JAKARTA —
Mantan kepala Korps Lalu Lintas Polri Djoko Susilo menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tindak Korupsi Jakarta, hari Selasa (23/4) terkait kasus dugaan korupsi pengadaan simulator untuk ujian membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) di Korlantas Polri.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum yang diketuai oleh Kemas Abdul Roni mengatakan bahwa petinggi Polri itu telah memperkaya diri sendiri sebanyak Rp32 milliar dari proyek pengadaan simulator SIM tersebut.
Jaksa Penuntut Umum juga menyatakan proyek simulator SIM itu juga menguntungkan Mantan Wakil Kepala Korlantas Polri Brigadir Jenderal Didik Purnomo sebesar Rp 50 juta, Primer Koperasi Polri Rp15 milliar dan sejumlah pengusaha.
Djoko Susilo juga didakwa dengan Undang-undang tentang tindak pencucian uang. Modusnya kata jaksa Penuntut Umum dengan menyembunyikan aset yang dimilikinya dengan mengatasnamakan aset tersebut ke beberapa nama seperti istri dan kerabatnya.
Surat dakwaan setebal 135 halaman tersebut dibacakan secara bergantian oleh Jaksa Penuntut Umum. Atas tindakannya itu, negara dirugikan sebesar Rp 144 milliar. Jenderal bintang dua itu juga terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
"Dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan driving simulator uji klinik pengemudi roda dua, dan pengadaan simulator uji klinik pengemudi roda empat tahun anggaran 2011 di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, yang bersumber (dari) anggaran pendapatan belanja negara APBN tahun anggaran 2011. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yaitu memperkaya diri terdakwa sebesar Rp 32 milliar," demikian dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum dalam ersidangan tersebut.
Djoko Susilo mengaku tidak mengerti atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum ketika ditanya oleh hakim usai pembacaan dakwaan.
Salah satu kuasa hukum Djoko Susilo, Juniver Girsang mengatakan fakta-fakta yang diungkapkan Jaksa Penuntut Umum banyak yang tidak relevan. Juniver juga keberatan dengan penggunaan Undang-undang pencucian uang dalam kasus ini.
"Kalau dikatakan ada perbuatan dari pak Djoko khususnya tindak pidana pencucian uang yang dikaitkan dengan 2010 ke bawah, tidak ada kaitannya dengan simulator. Sedangkan yang dituduhkan kepada pak Djoko pengadaan tahun 2011, kalau tahun 2011 diperoleh, itu yang dikaji dimana aset-aset itu diperoleh," kata Juniver Girsang, salah satu kuasa hukum Djoko Susilo.
Sementara itu Peneliti dari Transparency International Indonesia, Fahmi Badoh menyambut baik penggunaan Undang-undang Pencucian uang ini. Dia berharap KPK akan terus menerapkan Undang-undang Pencucian Uang dalam memproses hukum koruptor.
"Maksudnya ini harus menjadi mekanisme standar di KPK, tidak perlu kita bilang ini harus pakai pencucian uang atau tidak, tetapi standar ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, dugaannya mereka melakukan akumulasi kekayaan dan seharusnya diterapkan di semua delik yang diproses KPK," kata Hami Badoh.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum yang diketuai oleh Kemas Abdul Roni mengatakan bahwa petinggi Polri itu telah memperkaya diri sendiri sebanyak Rp32 milliar dari proyek pengadaan simulator SIM tersebut.
Jaksa Penuntut Umum juga menyatakan proyek simulator SIM itu juga menguntungkan Mantan Wakil Kepala Korlantas Polri Brigadir Jenderal Didik Purnomo sebesar Rp 50 juta, Primer Koperasi Polri Rp15 milliar dan sejumlah pengusaha.
Djoko Susilo juga didakwa dengan Undang-undang tentang tindak pencucian uang. Modusnya kata jaksa Penuntut Umum dengan menyembunyikan aset yang dimilikinya dengan mengatasnamakan aset tersebut ke beberapa nama seperti istri dan kerabatnya.
Surat dakwaan setebal 135 halaman tersebut dibacakan secara bergantian oleh Jaksa Penuntut Umum. Atas tindakannya itu, negara dirugikan sebesar Rp 144 milliar. Jenderal bintang dua itu juga terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
"Dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan driving simulator uji klinik pengemudi roda dua, dan pengadaan simulator uji klinik pengemudi roda empat tahun anggaran 2011 di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, yang bersumber (dari) anggaran pendapatan belanja negara APBN tahun anggaran 2011. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yaitu memperkaya diri terdakwa sebesar Rp 32 milliar," demikian dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum dalam ersidangan tersebut.
Djoko Susilo mengaku tidak mengerti atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum ketika ditanya oleh hakim usai pembacaan dakwaan.
Salah satu kuasa hukum Djoko Susilo, Juniver Girsang mengatakan fakta-fakta yang diungkapkan Jaksa Penuntut Umum banyak yang tidak relevan. Juniver juga keberatan dengan penggunaan Undang-undang pencucian uang dalam kasus ini.
"Kalau dikatakan ada perbuatan dari pak Djoko khususnya tindak pidana pencucian uang yang dikaitkan dengan 2010 ke bawah, tidak ada kaitannya dengan simulator. Sedangkan yang dituduhkan kepada pak Djoko pengadaan tahun 2011, kalau tahun 2011 diperoleh, itu yang dikaji dimana aset-aset itu diperoleh," kata Juniver Girsang, salah satu kuasa hukum Djoko Susilo.
Sementara itu Peneliti dari Transparency International Indonesia, Fahmi Badoh menyambut baik penggunaan Undang-undang Pencucian uang ini. Dia berharap KPK akan terus menerapkan Undang-undang Pencucian Uang dalam memproses hukum koruptor.
"Maksudnya ini harus menjadi mekanisme standar di KPK, tidak perlu kita bilang ini harus pakai pencucian uang atau tidak, tetapi standar ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, dugaannya mereka melakukan akumulasi kekayaan dan seharusnya diterapkan di semua delik yang diproses KPK," kata Hami Badoh.