Dewan Keamanan PBB akan mengadakan telekonferensi untuk membahas eskalasi kekerasan di negara bagian Rakhine, Myanmar, dan dampak pandemi virus corona di negara itu, kata sumber-sumber diplomatik, Senin (11/5).
Pertemuan tertutup yang rencananya berlangsung hari Kamis ini (14/5), diajukan oleh Inggris. Utusan PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener dari Swiss, dijadwalkan untuk memberi pernyataan.
Pada akhir April, seorang petugas kesehatan pemerintah Myanmar cedera dan supirnya, yang bekerja untuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tewas sewaktu kendaraan bertanda PBB itu diserang ketika mereka membawa sampel tes Covid-19 di negara bagian Rakhine yang dilanda konflik.
Bagian barat laut Myanmar dilanda perang saudara yang semakin brutal antara militer Myanmar dan pemberontak Laskar Arakan yang menuntut otonomi lebih besar bagi populasi etnis Rakhine di negara bagian tersebut.
Sekjen PBB Antonio Guterres mengecam keras serangan tersebut. Ia menyerukan “investigasi penuh yang transparan” dan agar para pelaku diajukan ke muka hukum, kata juru bicaranya dalam suatu pernyataan.
Serangan itu terjadi di tengah-tengah meningkatnya seruan bagi gencatan senjata global dan perlindungan bagi warga sipil yang mengungsi akibat pandemi.
Pertemuan terakhir Dewan Keamanan mengenai Myanmar berlangsung pada Februari lalu. China, yang mendukung Myanmar dan kerap menentang intervensi PBB di negara itu, menghalangi disetujuinya pernyataan bersama ke-15 negara anggota Dewan.
Banyak orang telah tewas di Myanmar, ratusan orang cedera dan puluhan ribu orang mengungsi sejak pertempuran berkobar pada awal tahun lalu, dengan kedua pihak saling menuduh pihak lain melakukan pelanggaran.
Sejak awal Agustus 2017, sekitar 740 ribu Rohingya mengungsi di Bangladesh, mereka lari menghindari kekejaman yang dilakukan militer Myanmar dan milisi Buddhis, dalam apa yang disebut sebagai “genosida” oleh para penyelidik PBB. [uh/ab]