Rusia dan AS berhadapan di Dewan Keamanan PBB pada Senin (31/1) mengenai penumpukan tentara Moskow di perbatasan Ukraina, sementara negara-negara Barat meningkatkan dorongan diplomatik mereka untuk mencegah terjadinya konflik terbuka di Eropa. Pertemuan yang diusulkan oleh AS itu merupakan salah satu sesi PBB yang paling disorot dalam bertahun-tahun.
Pertemuan Rusia dan AS di PBB pada Senin (31/1) diadakan di tengah meningkatnya kekhawatiran akan kemungkinan invasi Rusia ke Ukraina, sesuatu yang dibantah oleh Moskow.
Presiden AS Joe Biden merilis pernyataan ketika perundingan dimulai. Ia memperingatkan Rusia bahwa negara itu akan menghadapi balasan yang keras, jika tidak mengupayakan solusi diplomatik.
"Apabila Rusia memilih untuk meninggalkan diplomasi dan menyerang Ukraina, Rusia akan menanggung akibatnya, dan akan menghadapi konsekuensi serius," ujar Biden seperti dilaporkan AFP.
Rusia telah berupaya mencegah diadakannya pertemuan Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 negara itu. Duta Besar Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya pada Senin (31/1) menuduh AS berusaha "membangkitkan histeria" dengan mendorong diadakannya debat itu.
"Ini sesuatu yang ingin mereka (AS) lakukan di dalam Dewan Keamanan. Para kolega di Dewan Keamanan ditempatkan pada situasi yang sangat sulit. Ini sangat membahayakan, ini histeria, bagi Ukraina," ujar Nebenzya.
Tapi Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan pertemuan itu dapat dibenarkan karena adanya penumpukan tentara Rusia. Moskow telah menempatkan lebih dari 100.000 tentara serta persenjataan di sepanjang wilayah perbatasan timur dengan Ukraina.
Thomas-Greenfield menuduh Rusia juga hendak membangun kekuatan militernya di Belarus, sebagai bagian dari ancamannya terhadap Ukraina. "Rusia juga telah memindahkan hampir 5.000 tentara ke Belarus dengan rudal jarak dekat, pasukan khusus dan artileri anti-pesawat. Kami juga melihat bukti bahwa Rusia hendak meningkatkan jumlahnya menjadi lebih dari 30.000 tentara dekat perbatasan Belarus-Ukraina, dua jam dari Kyiv, pada awal Februari," ujarnya.
Langkah Rusia untuk menyetop pertemuan itu, ditolak. Sebanyak 10 dari 15 anggota DK PBB mendukung AS.
Sementara itu, senjata terus mengalir ke Ukraina, termasuk dari AS dan Inggris.
Duta Besar Ukraina untuk AS, Oksana Markarova, mengatakan kepada CBS bahwa invasi Rusia bisa menjadi perjuangan untuk eksis bagi Ukraina. “Kami tidak mau jadi bagian dari Uni Soviet atau Kerajaan Rusia atau Federasi Rusia. Kami ingin berdaulat. Kami berdaulat dan kami memperjuangkan kemerdekaan."
Negara-negara NATO terus mengirimkan bala bantuan. Namun pemimpin NATO telah memastikan mereka tidak akan mengirimkan tentara ke Ukraina, jika ada invasi, karena Ukraina bukan anggota NATO. [vm/ka]