YOGYAKARTA —
Puluhan anggota Komunitas Kretek Yogyakarta dan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia, menggelar spanduk besar di perempatan Tugu Yogyakarta, Jumat (31/5), berisikan ucapan terima kasih khusus kepada tembakau, karena komoditas ini dianggap telah menyejahterakan jutaan orang Indonesia.
Ironisnya, ucapan terima kasih itu disampaikan tepat pada hari Antitembakau se dunia, yang diperingati pada 31 Mei ini. Bagi Komunitas Kretek dan petani tembakau, gerakan peringatan hari Antitembakau seolah menjadi lonceng kematian.
Menurut Jantan Putra Bangsa, koordinator aksi ini, industri rokok tahun lalu telah menyumbangkan pendapatan lebih dari Rp 80 triliun ke pemerintah Indonesia. Karena itu, industri tembakau harus diselamatkan karena ada lebih dari 30 juta warga negara yang hidup dari sektor ini, ujarnya.
"Industri tembakau nasional kita ini dari hulu sampai hilir dikuasai oleh bangsa kita sendiri. Tetapi saat ini sedang direbut habis-habisan oleh pasar rokok asing dan farmasi. Sekarang industri tembakau kita hampir habis, karena impor tembakau banyak sekali masuk ke sini,” ujarnya.
“Dengan aturan-aturan yang mengatur kadar tar dan nikotin, tembakau lokal Indonesia tidak mampu mengikuti standarisasi itu karena nikotinnya tinggi, karena tembakaunya terbaik. Kita melakukan aksi di hari ini untuk mengucapkan terimakasih kepada tembakau, karena di tahun 2012 sudah menyumbang APBN sebesar Rp 84 triliun."
Di sisi lain di kota Yogyakarta, puluhan mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM menggelar aksi simpatik untuk mengajak masyarakat berhenti merokok karena ada terlalu banyak risiko kesehatan yang harus ditanggung sebagai dampak aktivitas ini.
Dr. Yayi Suryo Prabandari, dari Quit Tobbaco Indonesia pada fakultas kedokteran Universitas Gadjah Mada menjelaskan, selain faktor kesehatan, kerugian sebenarnya juga ada di sektor keuangan. Mengutip data Kementerian Kesehatan, Yayi mengatakan pendapatan negara dari cukai rokok, sebenarnya jauh lebih kecil dari biaya kesehatan yang harus ditanggung dari berbagai penyakit akibat rokok.
"Wakil Menteri Kesehatan pernah menyampaikan bahwa dana cukai yang diberikan ke pemerintah itu, pada 2011 itu sekitar Rp 70 triliun. Kalau sekarang ya mungkin menjadi sekitar Rp 80 triliun itu. Tetapi biaya yang dikeluarkan untuk penyakit akibat tembakau itu hitungannya mencapai Rp 230 triliun, jadi memang tiga kali lipat,” ujarnya.
Ditambahkan Yayi, tahun ini peringatan Hari Anti-tembakau di Indonesia juga fokus terhadap upaya mengurangi iklan rokok di wilayah publik. Kampanye pengurangan iklan ini focus untuk mengurangi dampak iklan terhadap kaum muda, agar tidak mudah terpengaruh untuk mengkonsumsi rokok, ujarnya.
"Untuk Indonesia sangat penting karena kita belum tandatangan ratifikasi konvensi pengendalian tembakau, sehingga iklan itu masih banyak sekali dan mereka menyasar kaum muda. Hasil kajian menunjukkan bahwa iklan rokok itu sangat mempengaruhi anak muda untuk mencoba, dan usia merokok sudah semakin muda mulainya,” ujarnya.
Penelitian yang pernah dilakukan Quit Tobacco Indonesia terhadap 1.046 pelajar pria dan 1.086 pelajar perempuan dari 22 SMP dan SMA di Yogyakarta menunjukkan iklan sangat berpengaruh terhadap keinginan merokok. Diperoleh data bahwa persentase terbesar kecenderungan merokok terutama di kalangan pelajar perempuan adalah karena pengaruh iklan dan sponsor rokok yang mencapai 66,7 persen. Sebanyak 52,1 persen pelajar pria mengaku pernah mendapatkan rokok gratis dari produsen.
Ironisnya, ucapan terima kasih itu disampaikan tepat pada hari Antitembakau se dunia, yang diperingati pada 31 Mei ini. Bagi Komunitas Kretek dan petani tembakau, gerakan peringatan hari Antitembakau seolah menjadi lonceng kematian.
Menurut Jantan Putra Bangsa, koordinator aksi ini, industri rokok tahun lalu telah menyumbangkan pendapatan lebih dari Rp 80 triliun ke pemerintah Indonesia. Karena itu, industri tembakau harus diselamatkan karena ada lebih dari 30 juta warga negara yang hidup dari sektor ini, ujarnya.
"Industri tembakau nasional kita ini dari hulu sampai hilir dikuasai oleh bangsa kita sendiri. Tetapi saat ini sedang direbut habis-habisan oleh pasar rokok asing dan farmasi. Sekarang industri tembakau kita hampir habis, karena impor tembakau banyak sekali masuk ke sini,” ujarnya.
“Dengan aturan-aturan yang mengatur kadar tar dan nikotin, tembakau lokal Indonesia tidak mampu mengikuti standarisasi itu karena nikotinnya tinggi, karena tembakaunya terbaik. Kita melakukan aksi di hari ini untuk mengucapkan terimakasih kepada tembakau, karena di tahun 2012 sudah menyumbang APBN sebesar Rp 84 triliun."
Di sisi lain di kota Yogyakarta, puluhan mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM menggelar aksi simpatik untuk mengajak masyarakat berhenti merokok karena ada terlalu banyak risiko kesehatan yang harus ditanggung sebagai dampak aktivitas ini.
Dr. Yayi Suryo Prabandari, dari Quit Tobbaco Indonesia pada fakultas kedokteran Universitas Gadjah Mada menjelaskan, selain faktor kesehatan, kerugian sebenarnya juga ada di sektor keuangan. Mengutip data Kementerian Kesehatan, Yayi mengatakan pendapatan negara dari cukai rokok, sebenarnya jauh lebih kecil dari biaya kesehatan yang harus ditanggung dari berbagai penyakit akibat rokok.
"Wakil Menteri Kesehatan pernah menyampaikan bahwa dana cukai yang diberikan ke pemerintah itu, pada 2011 itu sekitar Rp 70 triliun. Kalau sekarang ya mungkin menjadi sekitar Rp 80 triliun itu. Tetapi biaya yang dikeluarkan untuk penyakit akibat tembakau itu hitungannya mencapai Rp 230 triliun, jadi memang tiga kali lipat,” ujarnya.
Ditambahkan Yayi, tahun ini peringatan Hari Anti-tembakau di Indonesia juga fokus terhadap upaya mengurangi iklan rokok di wilayah publik. Kampanye pengurangan iklan ini focus untuk mengurangi dampak iklan terhadap kaum muda, agar tidak mudah terpengaruh untuk mengkonsumsi rokok, ujarnya.
"Untuk Indonesia sangat penting karena kita belum tandatangan ratifikasi konvensi pengendalian tembakau, sehingga iklan itu masih banyak sekali dan mereka menyasar kaum muda. Hasil kajian menunjukkan bahwa iklan rokok itu sangat mempengaruhi anak muda untuk mencoba, dan usia merokok sudah semakin muda mulainya,” ujarnya.
Penelitian yang pernah dilakukan Quit Tobacco Indonesia terhadap 1.046 pelajar pria dan 1.086 pelajar perempuan dari 22 SMP dan SMA di Yogyakarta menunjukkan iklan sangat berpengaruh terhadap keinginan merokok. Diperoleh data bahwa persentase terbesar kecenderungan merokok terutama di kalangan pelajar perempuan adalah karena pengaruh iklan dan sponsor rokok yang mencapai 66,7 persen. Sebanyak 52,1 persen pelajar pria mengaku pernah mendapatkan rokok gratis dari produsen.