Perekonomian Sri Lanka diperkirakan akan tumbuh lagi mulai akhir tahun ini dan pemerintah berharap negara itu akan keluar dari krisis ekonomi pada tahun 2026. Demikian seperti dikatakan oleh presiden negara itu pada hari Rabu (8/2), ketika ratusan orang memprotes kenaikan pajak baru-baru ini di tengah inflasi yang tinggi.
Pulau berpenduduk 22 juta jiwa itu telah berjuang melawan gejolak ekonomi terburuknya sejak kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948, yang telah memaksanya gagal bayar utang dan meminta dana talangan sebesar $2,9 miliar dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Sri Lanka, yang perlu menaikkan pajak untuk meningkatkan pendapatan pemerintah menjadi 11,3 persen dari PDB tahun ini dari 8,3 persen pada 2022 untuk mendapatkan dana IMF, memperkenalkan pajak pendapatan baru pada Januari untuk pekerja profesional, mulai dari 12,5 persen hingga lebih dari 36 persen.
Presiden Ranil Wickremesinghe, yang menjabat sejak Juli lalu setelah Gotabaya Rajapaksa digulingkan dalam pemberontakan rakyat, mengatakan kepada parlemen bahwa dia bisa melihat jalan keluar dari masalah sementara dia melakukan reformasi ekonomi untuk menyelesaikan kesepakatan dengan IMF.
“Sulit bagi semua lapisan masyarakat untuk bertahan hidup,” katanya. “Namun, jika kita menanggung kesulitan ini selama lima sampai enam bulan lagi, kita dapat mencapai solusinya.”
Dia menambahkan, “Kita dapat mencapai pertumbuhan ekonomi” pada akhir tahun 2023 dan “dapat bangkit dari kebangkrutan pada tahun 2026” atau bahkan lebih awal, jika semua partai politik mendukung inisiatif pemerintah seperti menaikkan pajak.
Bulan lalu Wickremesinghe mengatakan ekonomi dapat berkontraksi sebesar 3,5 persen atau 4,0 persen untuk setahun penuh setelah menyusut 11 persen tahun lalu.
Pidatonya di depan para anggota parlemen tidak banyak membantu untuk mencegah protes pada jam makan siang oleh para karyawan.
Pegawai pemerintah yang meneriakkan slogan-slogan, dan sebagian membawa bendera hitam dan plakat bertuliskan “Ya untuk pajak yang masuk akal,” keluar dari gedung-gedung pemerintah untuk aksi unjuk rasa itu.
Dokter dan dosen yang bekerja rumah sakit dan di perguruan tinggi milik pemerintah memulai pemogokan 24 jam pada hari Rabu (8/2). Mereka memperingatkan bahwa pemogokan bisa berlangsung lebih lama. [lt/uh]
Forum