Para investor internasional memandang pertemuan bank sentral Turki, hari Selasa (24/7), sebagai ujian penting apakah bank itu bisa tetap independen dari Presiden Recep Tayyip Erdogan dan kekuasaannya yang makin luas yang oleh sebagian kalangan dikecam karena agenda Islamisnya.
Mata uang Turki merosot tajam karena meningkatnya kekhawatiran mengenai apakah Erdogan akan memberlakukan kebijakan ekonomi yang tidak ortodoks terhadap bank itu.
Erdogan, yang tahun 2016 menyerukan agar bank-bank Islamis mencakup seperempat sektor perbankan negara itu, sangat menentang suku bunga dan menyebutnya "pangkal dari semua kejahatan." Presiden Erdogan menolak kebijakan ekonomi pada umumnya yang meningkatkan suku bunga untuk mengurangi inflasi.
Investor berharap pertemuan bank sentral Turki itu akan menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi yang merajalela, yang saat ini berkisar di atas 15 persen – angka yang termasuk tertinggi di negara maju.
"Jika bank sentral tidak bisa menemukan kesempatan untuk menaikkan suku bunga, maka pasar akan bereaksi sangat negatif," kata ekonom Inan Demir dari Nomura Securities.
"Jika bank sentral bisa menaikkan suku bunga maka pasar akan melihat kebijakan ini sebagai tindakan pertama pemerintahan baru yang ramah kepada pasar," tambah Demir.
Kekhawatiran investor menyebabkan mata uang Turki, lira merosot sekitar 30 persen sejak awal tahun. Langkah Erdogan memulai kekuasaan eksekutif yang luas menambah kegelisahan investor.
Selama kampanyenya, pemimpin Turki itu berjanji untuk mengambil kendali lebih besar atas perekonomian termasuk kemandirian bank sentral. Penunjukan Berat Albayrak, menantu Erdogan, sebagai menteri keuangan Turki telah meningkatkan kekhawatiran investor internasional. [my]