Trump didera oleh jajak pendapat tentang kinerjanya yang rendah dan penyelidikan apakah kampanye kepresidenannya berkolusi dengan Rusia dalam pemilihan tahun lalu, tuduhan yang disangkalnya.
Namun, sebagian besar pendukung Trump tampaknya tetap setia dengan presiden, dan berharap dia akan bisa memenuhi agendanya yang ambisius, yakni “Membuat Amerika hebat lagi.”
Enam bulan lalu Donald Trump menjadi presiden ke-45 Amerika dengan janji akan membalikkan Washington dan membawa perubahan bagi negara ini.
Dalam pidato pelantikannya, Trump di antaranya mengatakan:
“Waktu untuk pembicaraan kosong sudah habis. Sekarang tiba waktunya untuk bertindak.”
Trump dengan cepat menandatangani beberapa perintah eksekutif yang menggelindingkan agendanya dengan membatalkan beberapa peraturan pemerintah. Dia juga berhasil mengangkat Neil Gorsuch yang konservatif menjadi hakim Mahkamah Agung.
Tapi sejak awal, masa jabatan Trump diwarnai kontroversi dan terkadang memecah belah, sehingga memicu protes dari orang-orang yang menentangnya.
Seorang pemrotes mengatakan:
“Trump dan Pence harus menyingkir.”
Sementara mereka yang tetap setia kepadanya mengatakan:
“Para pendukungnya percaya padanya, bukan Anda.”
Tingkat dukungan publik terhadap Trump kurang dari 40 persen, nilai yang rendah bagi seorang presiden baru, kata analis Kyle Kondik dari Universitas Virginia.
“Tingkat persetujuan publik terhadap Presiden Trump secara historis lemah bagi seorang presiden baru. Biasanya kita memiliki presiden yang menikmati masa “bulan madu” ketika terpilih. Trump benar-benar tidak mengalami masa itu.”
Trump telah mengalami keberhasilan yang beragam dalam imigrasi, sebuah isu penting dalam pemilihan. Jumlah imigran gelap yang menyeberang perbatasan menurun, tetapi larangan perjalanan sementaranya yang menarget enam negara berpenduduk mayoritas Muslim masih tetap mendapat tantangan pengadilan.
Tapi tidak ada masalah lebih besar yang terus menerus membuntuti Trump daripada tuduhan bahwa kampanyenya berkolusi dengan Rusia agar campur tangan dalam pemilihan tahun lalu, yang oleh presiden berulang kali disebutnya upaya mencari-cari kesalahan.
Pemecatan yang dilakukan oleh Presiden Trump terhadap Direktur FBI James Comey kemudian menyebabkan penunjukan penasihat khusus Robert Mueller.
Pengungkapan bahwa Donald Trump Junior tahun lalu bertemu dengan seorang pengacara Rusia yang menawarkan informasi yang merugikan mengenai lawan pemilihan Trump, Hillary Clinton, semakin memperkuat tuduhan kolusi tersebut.
Para tokoh Partai Demokrat, termasuk pemimpin fraksi minoritas di Senat, Chuck Schumer, mengungkapkan kekhawatirannya.
“Pengungkapan ini seharusnya menjadi akhir dari gagasan yang disampaikan oleh pemerintah dan presiden bahwa sama sekali tidak ada bukti mengenai niat kampanye Trump untuk berkoordinasi atau berkolusi dengan Rusia,” ujar Chuck Schumer.
Fokus pada Rusia telah menjadi gangguan bagi agenda Trump di Kongres, tapi hal itu bisa berubah, kata John Fortier dari Bipartisan Policy Center, sebuah pusat penelitian kebijakan bipartisan.
“Saya kira enam bulan pertama bukanlah ukuran sempurna untuk menilai seorang presiden mengenai berbagai masalah ini. Sering dibutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan pembuatan undang-undang,” ujar John Fortier.
Ada sedikit keraguan bahwa selama enam bulan pertama masa kepresidenannya Donald Trump telah membalikkan Washington, meskipun janjinya untuk membawa perubahan lebih merupakan gaya daripada substansi, kata Kyle Kondik dari Universitas Virginia.
“Pemerintahan Trump masih muda. Masih ada waktu untuk berbagai hal menjadi lebih baik baginya, tapi sebaliknya juga ada kemungkinan menjadi lebih buruk.” [lt/uh]