Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuduh pemimpin milisi Libya Jenderal Khalifa Haftar melanggar perjanjian gencatan senjata. Meskipun mengerahkan pasukan Turki untuk mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional Libya (GNA), Erdogan tampaknya semakin condong pada diplomasi daripada kekuatan.
"Haftar mengatakan setuju untuk gencatan senjata, tetapi dua hari berikutnya, ia membom bandara Tripoli. Bagaimana kita bisa mempercayainya," kata Erdogan, Jumat (24/1) di Istanbul kepada Kanselir Jerman Angela Merkel.
Pasukan Haftar mengendalikan sebagian besar Libya dalam perangnya melawan GNA yang diakui PBB.
Merkel, hari Minggu (26/1) menjadi tuan rumah KTT internasional di Berlin untuk menyelesaikan perang saudara Libya. Peta jalan 55 pasal untuk mengakhiri konflik dibahas pada pertemuan tersebut, yang dihadiri Erdogan.
Meski demikian pada konferensi pers, Erdogan menantang Merkel untuk mengkonfirmasi apakah Haftar telah menandatangani perjanjian Berlin. Merkel yang tampak kurang senang mengkonfirmasi Haftar hanya setuju secara lisan, dan mengatakan masih menunggu tanda tangannya.
Meskipun perjanjian Berlin menegaskan kembali embargo senjata internasional terhadap Libya, presiden Turki mengatakan akan terus mendukung Perdana Menteri GNA, Fayez al-Sarraj.
"Kita mengirimi mereka delegasi [militer], dan terus melakukannya. Kami tidak akan meninggalkan Sarraj. Kita akan memberi dukungan semampu kita," kata Erdogan."
"Tentara kita ada di sana untuk membantu pelatihan pasukan GNA. Kita punya sejarah selama 500 tahun dan kita diberi undangan oleh GNA yang memberi kita hak," tambahnya.
Tetapi Erdogan, dalam beberapa kesempatan selama konferensi pers, menegaskan bahwa pasukannya itu murni hanya memberi pelatihan. [my/pp]