Kuota haji dan indikasi jual beli visa adalah salah satu yang menjadi fokus evaluasi pelaksanaan ibadah haji tahun 2024 yang dilangsungkan oleh Komisi Tim Pengawas Haji DPR. Dalam rapat hari Senin (1/7) di gedung DPR, Jakarta, Ace Hasan Sadzily selaku ketua komisi itu mempertanyakan pembagian kuota haji tambahan untuk haji regular dan haji khusus.
Kuota haji regular semula adalah 221.020 jemaah, sementara kuota haji khusus adalah 19.280 jemaah. Di luar jumlah itu, ada kuota tambahan sebesar 20 ribu jemaah.
Ironisnya, kata Ace, kuota tambahan itu dibagi dua, yang jelas bertentangan dengan kesepakatan yang dicapai antara Komisi VIII dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sebelumnya dan juga undang-undang dan keputusan presiden. Padahal kesepakatan itu yang menjadi dasar penetapan biaya penyelenggaraan ibadah haji.
"Kami meyakini upaya diplomasi Presiden Jokowi untuk menambah kuota dipergunakan untuk mengatasi jumlah antrean jamaah haji Indonesia, terutama haji reguler, yang sampai 40 tahun. Maka pembagian kuota (tambahan) 50-50 tentu mencederai tujuan dari penambahan kuota tersebut.”
Selly Gantina Soroti Perbedaan Data Jemaah Haji Versi Siskohat dan Dirjen PHU
Anggota Komisi Tim Pengawas Haji DPR dari Partai PDI-Perjuangan Selly A. Gantina menyampaikan perbedaan data yang mencengangkan, yang diperolehnya dari dua sistem berbeda, yaitu dari Sistem Komputerisasi Haji (Siskohat) dan dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU), yang sama-sama ada di Kementerian Agama.
Menurut Selly, di Siskohat, diketahui dari kuota 221.020 haji reguler, realisasi jemaah berangkat adalah 213.320 orang. Tetapi di perhitungan Dirjen PHU, yang berangkat adalah 213.275 orang. “Berarti ada yang tidak berangkat? Atau bagaimana?” tanyanya.
Lebih jauh Selly mempertanyakan jumlah orang yang melunasi biaya haji regular. “Yang melunasi adalah 200.362 jemaah, padahal yang diberangkatkan menurut Dirjen PHU adalah 213.275 jemaah. Artinya ada jamaah haji reguler yang berangkat tetapi belum melunasi biaya haji. Inilah yang harus ditanyakan Timwas Haji! Kenapa mereka bisa berangkat? Yang harus diberangkatkan adalah jamaah haji yang sudah melakukan pelunasan," tegasnya.
Selly juga mengungkapkan soal 29.661 jemaah haji khusus yang diberangkatkan Dirjen PHU, padahal kuota jemaah haji khusus “hanya” 19.289 jemaah.
Penerbangan Terlambat, Bus Jarang Beroperasi Jelang Puncak Ibadah Haji
Anggota Komisi III dari Partai Golkar, John Kennedy Azis mengkritisi dua maskapai penerbangan yang digunakan saat pemberangkatan dan pemulangan jemaah haji, yaitu Garuda Indonesia dan Saudi Arabian Airlines; yang menurutnya sempat menimbulkan ketidaknyamanan.
"Pada awal pemberangkatan, ada pesawat yang mengalami gangguan, ada pesawat yang mengeluarkan percikan api di mesinnya. Juga masalah keterlambatan pemberangkatan dari Tanah Air menuju Tanah atau Arab Saudi, bahkan ada yang (terlambat) sampai delapan jam," ujarnya.
Selain pesawat terbang, John juga mengecam kurangnya sosialisasi keberadaan 350 bus gratis yang disebut “Bus Salawat” yang disediakan pemerintah bagi jemaah haji Indonesia dari Masjidil Haram ke pemondokan-pemondokan jemaah, dan pengawasan operasi bus itu. Ia mendapatkan informasi betapa ratusan bus yang pulang-pergi setiap 5-10 menit sekali itu, menjelang puncak pelaksanaan haji justru tidak pernah terlihat lagi. “Walhasil banyak jemaah memutuskan naik taksi atau angkutan lain selama di Mekkah,” tambahnya.
DPR akan Panggil Menteri Agama
Melihat seluruh evaluasi ini, Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar mengatakan akan segera memanggil Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan jajarannya. Namun hingga laporan ini disampaikan, belum ada tanggapan dari pihak Kementerian Agama. [fw/em]
Forum