Sekitar 50 foto hitam putih karya wartawan foto asal Amerika Serikat Greg Constantine menggambarkan sulitnya kehidupan kaum muslim Rohingnya yang terusir dari tanah kelahirannya. Foto-foto tersebut dibuat sejak tahun 2006 hingga 2013 dalam proyek Nowhere People.
Foto-foto itu telah memenangkan sejumlah penghargaan internasional dan juga sudah dipamerkan di sejumlah kota di dunia termasuk Washington DC, New York, Jakarta, London, Canberra dan Tokyo.
Greg Constantine mengatakan, ia masih ingin mengunjungi kaum Rohingnya di Birma karena setiap kali ia datang justru nasib mereka semakin sengsara.
“Saya sudah mengerjakan proyek ini selama 8 tahun tetapi masih akan saya teruskan karena setiap kali saya kembali kondisi mereka semakin buruk. Saya khawatir hal mengerikan ini akan dilupakan dan tidak lagi dimuat di koran-koran,” ujar Greg.
Pameran dibuka oleh Alisa Wahid putri mantan presiden Gus Dur Sabtu malam (23/8). Alisa mengharapkan agar pameran foto kaum muslim Rohingnya yang tertindas itu menjadi refleksi bahwa Indonesia juga masih dihadapkan dengan persoalan ketidak-adilan.
”Rohingnya adalah gerbang bagi kita untuk sadar persoalan di tingkat dunia tetapi juga sadar akan persoalan-persoalan yang ada di Indonesia. Moga-moga karya Pak Greg membantu kita semua lebih sadar terhadap apa yang juga sedang terjadi di Indonesia dan apa langkah-langkah yang harus kita lakukan,” ujar Alisa.
Maswan Susinto SJ dari Jesuit Refugee Service yang mendukung pameran Greg di Yogyakarta berharap orang Indonesia lebih peduli dan membantu para pencari suaka yang datang ke Indonesia.
Maswan mengatakan, “Kami berharap dengan pameran Rohingnya ini kesadaran kita akan para pencari suaka dan pengungsi ke Indonesia yang jumlahnya sekitar 10-ribu dari berbagai negara akan mengembangkan keramah-tamahan kita sebagai bangsa.”
Greg Constantine juga mengatakan, ia percaya gambar mengenai kaum Rohingnya akan mendorong diskusi mengenai berbagai topik kemanusiaan.
“Saya percaya pentingnya proyek semacam ini bukan hanya mendorong masyarakat mendiskusikan kaum Rohingnya tetapi juga topik-topik kemanusiaan lainnya yang relevan dengan Indonesia,” katanya.
Selama pameran di Yogyakarta juga diselenggarakan serangkaian diskusi di Pusat Studi HAM Universitas Islam Indonesia, di fakultas Hukum Universitas Gajah Mada dan Atmajaya Yogyakarta serta pada Program Paskasarjana Perbandingan Agama-agama UGM.