Freeport-McMoran Inc harus membangun dua pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga dengan biaya sekitar US$4 miliar pada 2020, menurut seorang pejabat pemerintah, seiring berlanjutnya pembicaraan antara penambang tersebut dengan pemerintah mengenai masa depan perusahaan di Indonesia.
Proposal itu muncul lima bulan setelah Freeport menandatangani nota kesepahaman dengan pemerintah Indonesia yang mengakhiri sengketa enam bulan dan membuka jalan bagi perusahaan untuk melanjutkan ekspor-ekspor konsentrat tembaga.
Sebagai bagian dari nota kesepahaman Juli, produsen tembaga terbesar di dunia itu sepakat membayar $115 juta "obligasi asuransi" untuk mengembangkan smelter senilai $2,3 miliar pada 2017. Pemerintah sekarang meminta Freeport untuk membangun smelter kedua pada 2020 dengan biaya sekitar $1,5 miliar.
"Kami telah meminta Freeport membangun smelter lagi di Papua yang berbeda dengan smelter di Gresik," ujar Direktur Jenderal Batu Bara dan Mineral Sukhyar, Kamis (24/12).
CEO Freeport Indonesia, Rozik Soetjipto, menolak berkomentar tentang usulan mengenai smelter di Papua karena negosiasinya masih berjalan.
Smelter di Papua diperkirakan akan memproses sekitar 600.000 ton konsentrat tembaga per tahun, ujar Sukhyar. (Reuters)