Pernikahan di usia kanak-kanak adalah sebuah praktik kuno di India, dan meski ilegal, namun terus terjadi sampai sekarang terutama di pedesaan. Hampir setengah perempuan di India menikah sebelum usia 18 dan banyak lagi yang menikah di umur lebih muda.
Namun sebuah kelompok di timur India berusaha mengubah kecenderungan ini.
Bitika Das sedang berkonsentrasi mengerjakan tugas sekolahnya. Gadis berusia 16 tahun, yang berasal dari desa kecil di negara bagian Bengal Barat, itu menyadari kesempatan belajar merupakan salah satu hal yang hampir hilang dua tahun lalu ketika orangtuanya menjodohkannya dengan seorang pemuda.
“Jika saya jadi menikah saat itu, pendidikan saya akan berhenti pada kelas sembilan. Saya tidak akan memiliki pencapaian apa pun di masa depan dengan pendidikan yang rendah. Di keluarga suami saya, saya tidak akan mendapat rasa hormat,” ujarnya.
Melawan Kembali
Saat orangtuanya menolak membatalkan rencana pernikahan tersebut, Bitika menghubungi kantor Childline India Foundation di kota Murshidabad. Yayasan tersebut mengelola saluran telepon 24 jam yang menyediakan konseling dan bantuan lain untuk anak-anak yang terkena krisis.
Aktivis Childline, DebikaGhoshal, memimpin sebuah tim yang membantu membatalkan pernikahan Bitika yang saat itu berusia 14 tahun. Mereka bekerja sama dengan polisi lokal untuk menuntut para orangtua yang tidak mematuhi undang-undang yang melarang pernikahan anak-anak dengan tindak pidana. Para aktivis itu kemudian fokus untuk memastikan para gadis muda dapat melanjutkan pendidikannya.
“Gadis-gadis muda itu mengatakan mereka ingin terus sekolah. Mereka lebih dekat dengan media dan mereka tahu bahwa masyarakat, dunia, sudah bergerak maju,” ujar Ghoshal.
“Jadi mereka pun ingin bergerak mau. Namun karena kemiskinan dan juga alasan sosial, para orangtua ingin menikahkan anak-anak perempuan mereka saat masih anak-anak.”
Faktor Uang
Dengan menikahkan anak-anak perempuan mereka yang masih muda, keluarga miskin dapat mengurangi beban finansial mereka, antara lain, dengan menghindari pembayaran mahar untuk calon keluarga besan.
Warga Murshidabad bernama Amena Begum telah berharap menikahkan anak gadisnya yang berusia 14 tahun, namun rencana tersebut digagalkan oleh para aktivis dan anaknya akhirnya kembali bersekolah.
“Di mana saya bisa mencari calon suami yang cocok untuknya jika saya tidak menikahkan ia sekarang, membiarkannya sekolah dan akhirnya ia berusia 25?” tanya Begum.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyebarkan kesadaran mengenai konsekuensi pernikahan anak-anak di India, menunjuk angka putus sekolah yang tinggi serta risiko menghadapi kekerasan fisik dan seksual yang lebih besar di kalangan pengantin anak-anak perempuan.
Kelahiran Anak vs Pendidikan
Dampak pernikahan dini bisa lebih buruk dari yang telah disebutkan. Lembaga PBB untuk dana darurat anak-anak UNICEF mengatakan bahwa gadis-gadis berusia antara 15 dan 19 tahun sangat berisiko mengalami komplikasi saat melahirkan dan bahwa angka kematian pada saat kelahiran serta angka kematian bayi dan anak-anak lebih tinggi untuk ibu muda.
Untuk saat ini, gadis muda seperti Bitika terlepas dari nasib seperti itu karena mereka melawan praktik yang telah berlaku berabad-abad lamanya.
"Saya tahu ketika saya menikah nanti saya akan mendapatkan keluarga yang baik, dan karena kekuatan dan pekerjaan saya, saya akan mendapatkan hormat. Mereka tidak akan dapat mengabaikan saya," ujarnya.
Remaja putri ini ada di peringkat teratas di kelasnya dan telah mendapat perhatian presiden karena keberaniannya. Ia sekarang memiliki visi yang berbeda untuk masa depannya, yaitu menjadi guru sekolah. (VOA/Aru Pande)
Namun sebuah kelompok di timur India berusaha mengubah kecenderungan ini.
Bitika Das sedang berkonsentrasi mengerjakan tugas sekolahnya. Gadis berusia 16 tahun, yang berasal dari desa kecil di negara bagian Bengal Barat, itu menyadari kesempatan belajar merupakan salah satu hal yang hampir hilang dua tahun lalu ketika orangtuanya menjodohkannya dengan seorang pemuda.
“Jika saya jadi menikah saat itu, pendidikan saya akan berhenti pada kelas sembilan. Saya tidak akan memiliki pencapaian apa pun di masa depan dengan pendidikan yang rendah. Di keluarga suami saya, saya tidak akan mendapat rasa hormat,” ujarnya.
Melawan Kembali
Saat orangtuanya menolak membatalkan rencana pernikahan tersebut, Bitika menghubungi kantor Childline India Foundation di kota Murshidabad. Yayasan tersebut mengelola saluran telepon 24 jam yang menyediakan konseling dan bantuan lain untuk anak-anak yang terkena krisis.
Aktivis Childline, DebikaGhoshal, memimpin sebuah tim yang membantu membatalkan pernikahan Bitika yang saat itu berusia 14 tahun. Mereka bekerja sama dengan polisi lokal untuk menuntut para orangtua yang tidak mematuhi undang-undang yang melarang pernikahan anak-anak dengan tindak pidana. Para aktivis itu kemudian fokus untuk memastikan para gadis muda dapat melanjutkan pendidikannya.
“Gadis-gadis muda itu mengatakan mereka ingin terus sekolah. Mereka lebih dekat dengan media dan mereka tahu bahwa masyarakat, dunia, sudah bergerak maju,” ujar Ghoshal.
“Jadi mereka pun ingin bergerak mau. Namun karena kemiskinan dan juga alasan sosial, para orangtua ingin menikahkan anak-anak perempuan mereka saat masih anak-anak.”
Faktor Uang
Dengan menikahkan anak-anak perempuan mereka yang masih muda, keluarga miskin dapat mengurangi beban finansial mereka, antara lain, dengan menghindari pembayaran mahar untuk calon keluarga besan.
Warga Murshidabad bernama Amena Begum telah berharap menikahkan anak gadisnya yang berusia 14 tahun, namun rencana tersebut digagalkan oleh para aktivis dan anaknya akhirnya kembali bersekolah.
“Di mana saya bisa mencari calon suami yang cocok untuknya jika saya tidak menikahkan ia sekarang, membiarkannya sekolah dan akhirnya ia berusia 25?” tanya Begum.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyebarkan kesadaran mengenai konsekuensi pernikahan anak-anak di India, menunjuk angka putus sekolah yang tinggi serta risiko menghadapi kekerasan fisik dan seksual yang lebih besar di kalangan pengantin anak-anak perempuan.
Kelahiran Anak vs Pendidikan
Dampak pernikahan dini bisa lebih buruk dari yang telah disebutkan. Lembaga PBB untuk dana darurat anak-anak UNICEF mengatakan bahwa gadis-gadis berusia antara 15 dan 19 tahun sangat berisiko mengalami komplikasi saat melahirkan dan bahwa angka kematian pada saat kelahiran serta angka kematian bayi dan anak-anak lebih tinggi untuk ibu muda.
Untuk saat ini, gadis muda seperti Bitika terlepas dari nasib seperti itu karena mereka melawan praktik yang telah berlaku berabad-abad lamanya.
"Saya tahu ketika saya menikah nanti saya akan mendapatkan keluarga yang baik, dan karena kekuatan dan pekerjaan saya, saya akan mendapatkan hormat. Mereka tidak akan dapat mengabaikan saya," ujarnya.
Remaja putri ini ada di peringkat teratas di kelasnya dan telah mendapat perhatian presiden karena keberaniannya. Ia sekarang memiliki visi yang berbeda untuk masa depannya, yaitu menjadi guru sekolah. (VOA/Aru Pande)