Maskapai penerbangan Indonesia, Garuda Indonesia, berencana membuka kembali rute penerbangan ke Amerika antara dua hingga empat tahun dari sekarang. Perwujudan rencana itu sangat tergantung kepada kondisi perekonomian global dan kemampuan manajemen Garuda untuk mengubah budaya korporatnya.
Demikian kata Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dalam wawancara khusus melalui telepon dengan VOA ketika dia sedang dalam penerbangan dari Bali ke Jakarta.
Beberapa waktu lalu, seperti diberitakan alternativeairlines.com, Duta Besar Amerika untuk Indonesia, Cameron R. Hume, mengajak Garuda membuka kembali penerbangan langsung ke Amerika yang dihentikan pada pertengahan 1998 dengan bantuan dari U.S. Federal Aviation Agency. Pemerintah Amerika mengajukan tawaran itu ketika peringkat keselamatan penerbangan Indonesia, termasuk Garuda, mengalami peningkatan dan Garuda membuka kembali penerbangan ke Eropa pada 1 Juni 2010 lalu.
Emirsyah menyebut dua alasan mengapa Garuda untuk sementara masih belum sanggup membuka kembali penerbangan ke Amerika. Pertama, lalu lintas penerbangan Indonesia-Amerika tidak seramai lalu lintas penerbangan Indonesia dan Eropa. Kedua, kondisi perekonomian global untuk dua-tiga tahun ke depan belum kondusif bagi Garuda untuk membuka penerbangan ke Amerika.
Emirsyah membeberkan sejumlah langkah untuk memperbaiki kinerja Garuda, diantaranya, Garuda memperbesar armada pesawatnya dengan membeli 25 pesawat Boeing 737-800 dan Airbus 330-400 antara tahun 2007 hingga 2014. Sampai pada tahun 2014 nanti, jumlah pesawat Garuda mencapai 116 dari jumlah yang sekitar 90-an.
Mengubah Budaya Korporat
Garuda juga mengurangi karyawan dari 6300 tahun 2008 menjadi 5.200. “Turunnya cukup signifikan. Kami menawarkan pensiun dini secara sukarela kepada karyawan Garuda. Karena fasilitas yang ditawarkan menarik, maka, banyak karyawan mengambilnya,” kata Emirsyah.
Pengurangan karyawan ini juga disertai pengurangan rute penerbangan dan jumlah pesawat. “Kami mengurangi 10 pesawat. Jumlah ini cukup signifikan,” kata Emirsyah.
Menurut Emirsyah, perampingan organisasi merupakan bagian dari upaya untuk mengubah budaya korporat agar bisnis Garuda benar-benar berorientasi pasar. “Prinsip meritocracy benar-benar diterapkan kepada karyawan berprestasi agar Garuda bisa memenuhi tuntutan pasar dan memenangkan persaingan,” kata Emirsyah.
Ditanya tentang campur tangan pemerintah dalam pengambilan keputusan penting di Garuda, Emirsyah mengatakan, Garuda kini mengenalkan konsep E-procurement dalam membeli barang. “Pembelian barang di Garuda sangat transparan sehingga semua pihak mendapat kesempatan. Bahkan, CEO Garuda pun tak bisa melakukan campur tangan dalam proses pembelian,” kata Erwinsyah dalam menjawab pertanyaan VOA apakah pejabat-pejabat tinggi pemerintah Indonesia masih mencampuri urusan bisnis Garuda.
Perbaikan layanan pun dilakukan mulai dari sebelum penerbangan (pre-flight) selama penerbangan (in-fligt) dan sesudah penerbangan (post-flight).”Kami kenalkan konsep layanan Garuda Experience dengan mengandalkan keramahtamahan orang Indonesia,” kata Emirsyah.
Ini dilakukan, setelah Garuda mengalami suatu fase paling buruk dalam sejarahnya berupa sering terjadinya kecelakaan udara dan tewasnya aktivis HAM Munir pada September 2004 didalam penerbangan Garuda menuju Belanda. Pada tahun 200, Uni Eropa melarang semua penerbangan Indonesia masuk ke Eropa.
Keuntungan Garuda
Dalam suatu wawancara dengan pakar pemasaran Indonesia, Hermawan Kartajaya yang diupload di Youtube, Emirsyah mengatakan, setelah melakukan konsolidasi dan rehabilitasi, Garuda mulai mendapat untung sejak tahun 2007. “Tahun 2007 meraih untung 60 miliar rupiah. Tahun 2008, 669 miliar. 2009 diperkirakan melampaui laba 2008,” kata Emirsyah kepada Hermawan.
Laba Garuda ini diraih ketika maskapai penerbangan lain di Asia merugi. Japan Airlines (JAL) merugi 2 miliar dolar dan Singapore Airlines (SQ) 176 juta dolar. Meski tidak menyebut angka, Malaysian Airlines (MAS), Cathay Pacific dan Korean Air, juga merugi.
Bisnis penerbangan di tingkat global pun mengalami kerugian besar. Mengutip International Air Transport Association (IATA), Emirsyah mengatakan, maskapai penerbangan sedunia merugi 11 miliar. “Indonesia adalah sebuah negara terberkati. Ketika pertumbuhan ekonomi di kawasan lain di dunia menurun, pertumbuhan ekonomi Indonesia naik 4,5 persen,” katanya.
Faktor Emirsyah
Latar belakang pendidikan dan pengalamam kerja Emirsyah ikut mewarnai keberhasilan Garuda. Lulusan FEUI tahun 1985 ini mengawali kariernya di Pricewaterhouse tahun 1983. Tahun 1985 ia menjadi Vice President of Corporate Banking Group Citibank dan pernah menjabat Wakil Direktur Utama PT Bank Danamon Indonesia Tbk (2003-2005). Tahun 2005 sampai sekarang dia menjabat direktur utama Garuda.