Para pengunjuk rasa pro-demokrasi Thailand kembali turun ke jalan-jalan di Bangkok pada hari Rabu (10/2) untuk melakukan apa yang mereka juluki sebagai unjuk rasa “panci dan wajan” yang menggelora, menentang penangkapan para pemimpin mereka dan sebagai aksi solidaritas dengan protes massa menentang kudeta militer di Myanmar.
Protes di Myanmar setelah kudeta militer 1 Februari dimulai dengan tindakan pembangkangan sipil, termasuk pemukulan panci dan wajan, untuk mengusir “kejahatan” – sebuah kebiasaan yang sekarang berlangsung setiap malam yang menarget tentara yang menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi.
Thailand dan Myanmar berbagi perbatasan yang panjang dan mudah dilintasi, sementara ratusan ribu migran Myanmar mengirim uang ke kampung halaman dari hasil kerja mereka di kerajaan Thailand, yang memiliki ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara.
Tetapi bagi para pengunjuk rasa Generasi Z yang tidak takut di kedua negara, ada ikatan politik yang erat – dijalin melalui internet – dan kebencian bersama terhadap militer yang tidak ingin membiarkan demokrasi mengakar.
Protes pro-demokrasi di Thailand dimulai tahun lalu, menyerukan pengunduran diri pemerintahan mantan panglima militer Prayuth Chan-Ocha, penyusunan konstitusi baru, dan reformasi monarki yang sebelumnya tak tersentuh. [em/ft]
Terkait
Paling Populer
1