Berbalut lampu warna warni, Dangdut Cowboys melantunkan tembang “Bujangan”, “Alamat Palsu”, dan sejumlah lagu dangdut lain. Hentakan gendang dan lantunan serulingnya berhasil membuat puluhan penonton ikut bergoyang.
Andrew Weintraub, vokalis yang juga pemimpin grup itu, mengatakan dangdut punya keunikan tersendiri.
“Ada banyak unsur yang unik karena itu musik asli Indonesia. Itu konteksnya Indonesia, ada lagu diciptakan oleh dan untuk orang Indonesia. Dan kontekstual yang unik pada masyarakat di sini. Jadi karena itu dangdut unik dan menarik,” ujarnya kepada wartawan usai manggung.
Dangdut Cowboys membawakan setidaknya 5 lagu dalam Dangdut USA di pusat kebudayaan Amerika @america di Jakarta, Sabtu (16/3/2019) malam. Meski semuanya orang Amerika, grup asal Pittsburgh ini nampak mahir memainkan gendang dan seruling khas dangdut.
Pemain seruling, Stephen Schultz, mengatakan musik dangdut punya tantangan. “Kapan seruling harus masuk, karena seruling tidak main sepanjang lagu. Berbeda dengan gitar yang dimainkan terus, seruling hanya di beberapa bagian. Secara teknis tidak sulit, tapi ornamentasinya berbeda,” ujarnya yang punya latar belakang pemain flute orkestra.
Dangdut Cowboys duet dengan pedangdut Fitri Carlina. Perempuan asal Banyuwangi itu merasa bangga bisa manggung bersama orang yang menekuni dangdut.
“Karena para personil Dangdut Cowboys ini bukan sembarangan orang, tapi beliau-beliau ini para profesor musik Dangdut yang ada di Amerika,” ujarnya kepada wartawan dalam kesempatan yang sama.
Dangdut Rekam Kondisi Masyarakat Indonesia
Dangdut Cowboys didirikan pada 2007 oleh Andrew yang merupakan professor etnomusikologi di University of Pittsburgh. Orkes musik ini beranggotakan 6 pemain terdiri dari dosen, mahasiswa pascasarjana, dan musisi setempat.
Andrew mengatakan, kelompok ini dibentuk supaya mahasiswanya bisa lebih mengenal negara asal dangdut, Indonesia. “Kalau mereka mempraktikkan musiknya, itu bisa lebih terasa menurut saya,” jelasnya dalam bahasa Indonesia yang fasih.
Pria ini pertama kali ke Indonesia pada 1984 untuk mempelajari gamelan Sunda, namun kecintaannya jatuh pada dangdut. Dia kemudian datang kembali ke Indonesia pada 2005 untuk meneliti dangdut. Pada 2010 dia menerbitkan buku bertajuk “Dangdut Stories” yang jadi buku acuan mahasiswa di Perancis, Jerman, dan Inggris.Andrew terus mendorong personil Dangdut Cowboys untuk mempelajari Indonesia supaya lebih memahami isi liriknya.
“Saya memaksakan mereka untuk belajar tentang Indonesia. Awalnya dengan bahasa, terus sejarah, sastra, dan lain-lain. Mereka bisa mengerti itu musik dari mana dan makna liriknya itu apa. Konteks sosialnya itu apa,” jabarnya.
Menurut Andrew, situasi sosial-politik Indonesia pun perlu dipelajari supaya mengerti kisah di balik sebuah lagu. Misalnya kesenjangan ekonomi pada 1970-an yang terefleksikan dalam lagu ‘Yang Kaya Makin Kaya’ Rhoma Irama.
“Mereka sebetulnya harus tahu Indonesia. Jadi jangan belajar musik saja tapi belajar bahasa, sejarah, antropologi, sastra. Jadi kalau tahu Indonesia akan tahu dangdut, kalau tahu dangdut akan tahu Indonesia,” pungkasnya.
Indonesia Terus Promosikan Dangdut di AS
Pemerintah terus mempromosikan musik dangdut di AS dalam berbagai kesempatan. Misalnya lewat acara kebudayaan dari pemerintah, seperti Indonesia Culinary Festival di Houston pada 2017. Indonesia juga telah mendatangkan sejumlah penyanyi dangdut seperti Fitri Carlina untuk manggung.
Fitri berharap bisa kembali tampil di Amerika untuk lebih mempopulerkan musik asli Indonesia itu.
“Semoga musik dangdut di Amerika semakin banyak dicintai. Semakin banyak yang menggandrungi, semakin banyak yang mempelajari dan mengenal, dan juga bisa menikmati,” jelasnya.
Pada Maret 2019, Indonesia mempromosikan dangdut di ajang South by Southwest SXSW, perhelatan budaya pop dan inovasi terbesar di AS. Badan ekonomi Kreatif (Bekraf) membawa perangkat boks karaoke “Hello Dangdut” dimana pengunjung bisa bernyanyi dan menyaksikan video dangdut. (rt/as)