Provinsi Hubei di China yang menjadi pusat wabah virus korona mencatat rekor lonjakan angka kematian setelah menerapkan metode diagnosis baru, Kamis (13/2/2020).
Dikutip oleh Reuters, pejabat kesehatan di Provinsi Hubei mengatakan 242 orang meninggal akibat terjangkit virus yang gejalanya mirip flu pada Rabu (12/2/2020). Ini adalah peningkatan tercepat angka kematian harian sejak patogen itu diidentifikasi pada Desember. Dengan tambahan jumlah kematian pada Rabu, total 1.310 orang meninggal di provinsi itu akibat infeksi virus COVID-19.
Sebanyak 14.480 kasus baru dilaporkan di Hubei saja pada Kamis (13/2/2020), melonjak dari 2.015 kasus secara nasional pada sehari sebelumnya
Lonjakan kasus baru itu terjadi setelah para petugas kesehatan di Hubei menggunakan Computerized Tomography (CT) scan untuk memindai tanda-tanda virus itu. Sebelumnya, Hubei menggunakan tes RNA (Ribonucleic acid) untuk mengkonfirmasi infeksi. Tes RNA bisa memakan waktu berhari-hari.
Dengan angka kematian terbaru dari Hubei, jumlah kematian akibat virus itu di China daratan melampaui 1.350, dengan sekitar 60.000 kasus terkonfirmasi.
Lonjakan angka kematian itu terjadi hanya selang sehari setelah China melaporkan jumlah kasus virus baru korona turun untuk hari kedua berturut-turut pada Rabu (13/2/2020). Namun para pakar kesehatan tidak mengatakan ini saatnya untuk bersantai.
"Kita masih belum tahu akan kemana wabah ini," ujar Dirjen Organisasi Kesehatan Sedunia (World Health Organization/WHO) Tedros Ghebreyesus. Ia menambahkan, apa yang tampak sebagai pelambatan kasus baru harus ditanggapi dengan "sangat hati-hati."
Ia menyambut baik komunitas peneliti global atas "respon positif mereka untuk datang dengan rencana konkret dan komitmen untuk bekerja sama" memerangi virus tersebut.
Kepala Program Darurat WHO, Mike Ryan, juga memuji apa yang dikatakannya "operasi kesehatan masyarakat sangat besar di China yang memberi kita peluang untuk mengatasinya."
Hanya 1 persen dari lebih 45 ribu kasus yang dikonfirmasi, dan satu dari 1.300 kematian ada di luar China.
Ryan menolak memprediksi "awal, tengah, atau akhir" krisis tersebut.
Jumlah kematian akibat virus korona lebih tinggi daripada wabah Sindrom Pernapasan Akut Parah (Severe Acute Respiratory Syndrom/SARS) pada 2002-2003, yang diyakini menewaskan 774 orang dan menulari hampir 8.100 di China dan Hong Kong. [ka/pp/ft]