Perempuan-perempuan Korea Selatan ini mengadakan unjuk rasa dengan berdiri diam di depan Pengadilan Konstitusional di pusat kota Seoul.
Pengadilan akan menetapkan keputusan minggu ini apakah akan mempertahankan atau menghapus UU yang menyatakan aborsi sebagai kejahatan.
Perempuan-perempuan yang melakukan unjuk rasa ini mendukung untuk mempertahankan larangan aborsi ini.
"Kami telah memrotes di sini sejak Juni tahun lalu, jadi sudah lebih dari 10 bulan sekarang. Tetapi kami masih belum tahu apa keputusan pengadilan itu,” kata seorang demonstran.
Kelompok keagamaan dan konservatif mendukung struktur hukum yang sekarang, di mana seorang perempuan yang mengakhiri kehamilannya baik dengan obat atau cara lain bisa dihukump sampai satu tahun penjara, atau dikenakan denda sekitar $1.700.
Para dokter yang memfasilitasi aborsi bisa dihadapkan pada ancaman dua tahun penjara.
Pendukung untuk mengubah hukum ini dan melegalisasikan aborsi juga bersuara keras, dan mereka menyelenggarakan apa yang dikenal sebagai “protes merah dan hitam.”
Na Young dari Aksi Gabungan bagi Keadilan Reproduktif mengatakan, "Merah dan hitam adalah warna-warna simbolis kami.Warga Korea sudah mengenakan warna hitam sejak 2010 untuk menuntut hak-hak aborsi, dan solider dengan kelompok-kelompok protes serupa di Polandia dan negara-negara lain.Kami juga memperagakan warna merah untuk mengirim peringatkan kepada pengadilan bahwa kriminalisasi aborsi melanggar konstitusi, dan kami mengingatkan para anggota pengadilan akan hal itu.”
Perdebatan aborsi sebagaimana di tempat-tempat lainnya, juga sangat peka di Korea Selatan, serta menyertakan dimensi-dimensi moral dan etis yang sama seperti yang kita temui di negara-negara lain.
Tetapi di Korea ada dimensi tambahan dan membuatnya lebih kompleks, yakni krisis demografis yang dihadapi negara ini.
Pemerintah berjuang untuk mengatasi laju kelahiran yang merosot akibat perubahan ekonomi, dan juga masalah perempuan-perempuan muda yang membuat pilihan baru, seperti tidak melahirkan, karir dan masa depan mereka.
Pendukung dari penghapusan larangan aborsi mengatakan, hukum yang sekarang mencerminkan ketidak pedulian pemerintah terhadap perempuan serta hak mereka untuk menentukan nasib sendiri. (jm)