Dua-duanya sama-sama menteri luar negeri perempuan pertama di negaranya. Keduanya juga tidak canggung saat berhadapan dengan generasi muda atau kaum milenial.
Begitulah gaya Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan koleganya, Menteri Korea Selatan Kang Kyung-wha. Mereka tidak kikuk saat bertemu para milenial di Ruang Nusantara kantor Kementerian Luar Negeri di Jakarta, Senin (8/4), sehabis melakukan pertemuan bilateral dan Komisi Bersama.
Bersetelan mirip cuma beda warna, Retno dan Kyung-wha tersenyum melihat sekitar seratus milenial sudah duduk bersender di kursi bantal berisi pasir dengan beragam warna. Ruang pertemuan tersebut terlihat cerah dengan warna warni kursi bantal itu.
Dalam sambutannya, Kyung-wha meminta kaum milenial terus mengikuti perkembangan, bukan hanya di dalam negeri tetapi juga isu regional dan internasional. Dia menambahkan waktu sudah berubah dimana saat ini semua warga negara berhak mengetahui kebijakan luar negeri pemerintahnya, bukan hanya urusan diplomat.
Karena itu, para diplomat mesti rajin menginformasikan perkembangan dari diplomasi dan kebijakan luar negeri negaranya.
"Rakyat berhak tahu, rakyat sangat ingin mengetahui segala perkembangan. Sehingga tanpa berhubungan dengan masyarakat, kita tidak akan mendapat sokongan kita butuhkan dalam menjalankan agenda kebijakan luar negeri," kata Kyung-wha.
Kyung-wha menyadari kaum milenial termasuk kalangan yang harus dirangkul dan diberitahu mengenai kebijakan luar negeri karena mereka adalah generasi masa depan yang akan berperan nantinya. Karena itu, dia berpesan kepada kaum milenial yang hadir untuk terus memiliki rasa ingin tahu, terus terinformasi mengenai perkembangan domestik, regional, dan internasional.
Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, forum dengan milenial ini merupakan jembatan antara kaum tua dengan generasi muda. Dia mengatakan pertemuan tersebut adalah kesempatan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman soal bagaimana dirinya dan Kyung-wha mengatur masalah kebijakan luar negeri dan bagaimana Indonesia dan Korea Selatan berupaya membantu terpeliharanya keamanan dan perdamaian dunia.
Pada kesempatan tersebut, Retno berpesan kepada kaum milenial untuk menjadi agen perdamaian dan toleransi.
"Kita semua memiliki latar belakang berbeda. Kyung-wha dan saya sangat berbeda. Kyung-wha orang Korea, saya warga Indonesia. Tapi hanya satu pilihan untuk membuat dunia lebih baik bagi kita semua, yakni saling menghormati, menyebarluaskan nilai toleransi, dan bekerjasama untuk persahabatan, bagi kedua bangsa," ujar Retno.
Di sesi tanya jawab, seorang mahasiswa asal Universitas Padjadjaran Bandung bertanya bagaimana pemerintah Korea Selatan membantu mempromosikan budaya Korea (K-Pop) yang tersebar ke beragam negara.
Kyung-wha mengatakan pemerintah Korea Selatan tidak pernah mencampuri hal itu kecuali orang-orang bergerak di industri ingin mencari pasar baru, seperti bagaimana agar bisa melakukan konser perdana di sebuah negara.
Retno menambahkan Indonesia juga memiliki musik dangdut yang dapat dibanggakan.
Dan ini, lanjutnya, dangdut dan K-Pop bisa menjembatani hubungan antara rakyat Indonesia dan Korea Selatan.
"Kita bertanggung jawab untuk memperomosikan kebudayaan kita untuk menghormati kebudayaan negara lain. Dengan melakukan itu, akan melahirkan persahabatan. Melalui K-Pop, lewat dangdut, melalui kebudayaan, kita membangun persahabatan. Jadi kebudayaan untuk persahabatan," tutur Retno.
Akhirnya, seperti kata Retno, K-Pop bisa bergandengan dengan dangdut dan Indonesia dapat bersahabat dengan Korea. [fw/as]