Tautan-tautan Akses

5 Hal tentang Serangan Mematikan Hamas terhadap Israel


Orang-orang berdiri di luar masjid yang hancur akibat serangan udara Israel di Khan Younis, Jalur Gaza, Minggu, 8 Oktober 2023. (Foto: AP/Yousef Masoud)
Orang-orang berdiri di luar masjid yang hancur akibat serangan udara Israel di Khan Younis, Jalur Gaza, Minggu, 8 Oktober 2023. (Foto: AP/Yousef Masoud)

Penguasa militan Hamas di Gaza secara mendadak pada Sabtu (7/10), menggempur Israel dari berbagai penjuru, baik udara, darat maupun laut. Jutaan warga Israel di bagian selatan negara itu terbangun karena suara roket dan dentuman yang tak terhindarkan. Sirene serangan udara meraung-raung hingga ke utara hingga Tel Aviv. Alat pencegat anti-roket Israel bergemuruh di Yerusalem.

Dalam eskalasi konflik yang belum pernah terjadi sebelumnya, pasukan bersenjata Hamas meledakkan bagian dari pagar pemisah Israel yang dijaga ketat. Mereka menyerbu warga Israel di sepanjang perbatasan Gaza, meneror penduduk dan terlibat baku tembak dengan tentara Israel.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan sekutu sayap kanannya berusaha keras untuk merespons peristiwa yang berubah dengan cepat itu. Jumlah korban dengan cepat bertambah.

Rescue Service Zaka, sebuah kelompok Israel, mengatakan sedikitnya 200 orang tewas di Israel selatan dan 1.100 orang terluka.

Warga Palestina mengendarai kendaraan militer Israel yang diambil dari pangkalan militer yang dikuasai militan Hamas di dekat pagar Jalur Gaza, di Kota Gaza, Sabtu, 7 Oktober 2023. (Foto: AP/Abed Abu Reash)
Warga Palestina mengendarai kendaraan militer Israel yang diambil dari pangkalan militer yang dikuasai militan Hamas di dekat pagar Jalur Gaza, di Kota Gaza, Sabtu, 7 Oktober 2023. (Foto: AP/Abed Abu Reash)

Setidaknya 198 orang di Jalur Gaza tewas dan sedikitnya 1.610 orang terluka di tengah serangan balasan Israel.

Berikut adalah beberapa hal penting dalam serangan Hamas yang tiba-tiba menjerumuskan Israel dan Gaza ke dalam pertempuran.

Apakah Intelijen Israel Mengendus Penyerangan Sebelumnya?

Kejutan yang dirasakan warga Israel pada Sabtu (7/10) pagi – pada perayaan Simchat Torah, salah satu hari paling menggembirakan dalam kalender Yahudi – mengingatkan kembali kejutan perang Timur Tengah 1973. Lima dekade sebelumnya, serangan besar-besaran Mesir-Suriah yang dilakukan pada hari raya Yahudi dengan cepat berubah menjadi bencana bagi militer Israel yang saat itu tidak bersiaga.

Dulu, seperti sekarang, Israel berasumsi bahwa badan intelijennya akan mampu memberi bocoran kepada tentaranya tentang adanya potensi serangan atau invasi besar jauh sebelumnya. Kegagalan besar tersebut masih menghantui warisan Perdana Menteri saat itu, Golda Meir, dan mendorong runtuhnya kekuasaan lama Partai Buruh yang dulunya dominan.

Kini, pertanyaan tentang bagaimana para militan mampu melancarkan serangan yang begitu besar dan terkoordinasi tanpa memicu kekhawatiran intelijen Israel telah menjadi tantangan besar bagi para militan pemerintahan ultranasionalis Netanyahu. Gempuran Hamas kali ini menewaskan lebih banyak warga Israel dibandingkan serangan apa pun sejak pemberontakan Palestina kedua terjadi pada dua dekade lalu.

Para pendukung pemerintah memperkirakan Netanyahu dan para menteri garis keras yang memiliki sejarah retorika anti-Arab seperti Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir akan mengambil sikap yang sangat agresif terhadap Palestina. Mereka diprediksi juga akan menanggapi ancaman dari militan di Gaza dengan lebih tegas.

Ketika para analis politik mengecam Netanyahu atas kegagalan tersebut, dan jumlah korban meningkat, Netanyahu menghadapi risiko kehilangan kendali atas pemerintahannya dan negaranya.

Warga Israel memeriksa puing-puing sebuah bangunan sehari setelah terkena roket yang ditembakkan dari Jalur Gaza, di Tel Aviv, Israel, 8 Oktober 2023. (Foto: AP)
Warga Israel memeriksa puing-puing sebuah bangunan sehari setelah terkena roket yang ditembakkan dari Jalur Gaza, di Tel Aviv, Israel, 8 Oktober 2023. (Foto: AP)

Bagaimana Hamas Dapat Melakukan Penyerangan?

Hamas mengklaim pasukannya berhasil menyandera beberapa warga Israel di daerah kantong tersebut. Mereka merilis video mengerikan. Mereka mengklaim perwira senior militer Israel termasuk di antara para tawanan.

Video-video tersebut tidak dapat segera diverifikasi tetapi terlihat sesuai dengan fitur geografis di wilayah tersebut. Kekhawatiran bahwa warga Israel telah diculik mengingatkan kita pada penangkapan tentara Gilad Shalit pada 2006. Para militan menangkap dia dalam serangan lintas perbatasan. Hamas menahan Shalit selama lima tahun sampai dia ditukar dengan lebih dari 1.000 tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel.

Dalam serangan dramatis yang tidak pernah dilakukan selama beberapa dekade, Hamas juga mengirim pasukan paralayang ke wilayah Israel, kata militer Israel. Serangan yang berani itu mengingatkan pada serangan popular pada akhir 1980-an ketika militan Palestina menyeberang dari Lebanon ke utara Israel dengan menggunakan pesawat layang gantung dan membunuh enam tentara Israel.

Tentara Israel belum mengonfirmasi bahwa tentara dan warga sipil disandera di Gaza. Namun menolak memberikan rincian lebih lanjut.

Apa yang Memicu Serangan Itu?

Para pejabat Hamas menyitir hal-hal pemicu ketegangan yang telah lama berkecamuk antara Israel dan Palestina. Masalah perselisihan keduanya di antaranya terkait dengan kompleks Masjid Al-Aqsa yang sensitif, yang disucikan oleh umat Muslim dan Yahudi serta tetap menjadi inti emosional dari konflik Israel-Palestina. Klaim masing-masing pihak atas situs ini, yang dikenal oleh orang Yahudi sebagai Bukit Bait Suci, berujung pada kekerasan sebelumnya, termasuk perang berdarah selama 11 hari antara Israel dan Hamas pada 2021.

Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok agama nasionalis Israel, seperti Menteri Keamanan Nasional Ben-Gvir, justru meningkatkan frekuensi kunjungan mereka ke kompleks tersebut. Pekan lalu, saat perayaan Sukkot, festival panen Yahudi, ratusan Yahudi ultra-Ortodoks dan aktivis Israel mengunjungi lokasi tersebut, memicu kecaman dari Hamas dan tuduhan bahwa orang-orang Yahudi berdoa di sana dan melanggar perjanjian status quo.

Pernyataan Hamas juga mengutip perluasan pemukiman Yahudi di tanah yang diklaim Palestina sebagai negara masa depan mereka dan upaya Ben-Gvir untuk memperketat pembatasan terhadap tahanan Palestina di penjara-penjara Israel.

Polisi Israel mengamankan kompleks Masjid Al-Aqsa, yang dikenal umat Islam sebagai Tempat Suci dan bagi Yahudi sebagai Bukit Bait Suci, di Kota Tua Yerusalem, Selasa, 3 Januari 2023. (Foto: AP)
Polisi Israel mengamankan kompleks Masjid Al-Aqsa, yang dikenal umat Islam sebagai Tempat Suci dan bagi Yahudi sebagai Bukit Bait Suci, di Kota Tua Yerusalem, Selasa, 3 Januari 2023. (Foto: AP)

Baru-baru ini, ketegangan meningkat seiring dengan protes keras warga Palestina di sepanjang perbatasan Gaza. Dalam negosiasi dengan Qatar, Mesir dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Hamas mendorong konsesi Israel yang dapat melonggarkan blokade yang telah berlangsung selama 17 tahun di wilayah tersebut. Hal tersebut diyakini dapat membantu menghentikan krisis keuangan yang semakin parah di Palestina, yang telah menuai kritik publik terhadap pemerintahan Hamas.

Beberapa analis politik menghubungkan serangan Hamas dengan perundingan yang ditengahi AS mengenai normalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi. Sejauh ini, laporan mengenai kemungkinan konsesi kepada Palestina dalam perundingan hanya melibatkan warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki, bukan Gaza.

“Kami selalu mengatakan bahwa normalisasi tidak akan mencapai keamanan, stabilitas, atau ketenangan,” kata Bassem Naim, seorang pejabat senior Hamas, kepada AP.

Warga Israel memprotes rencana pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk merombak sistem peradilan dan mendukung Mahkamah Agung di Yerusalem, Senin, 11 September 2023. (Foto: AP/Ohad Zwigenberg)
Warga Israel memprotes rencana pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk merombak sistem peradilan dan mendukung Mahkamah Agung di Yerusalem, Senin, 11 September 2023. (Foto: AP/Ohad Zwigenberg)

Serangan Terjadi Ketika Warga Israel Terbelah

Gempuran Hamas terjadi pada saat Israel mengalami masa-masa sulit. Pemerintah Israel tengah menghadapi protes terbesar dalam sejarahnya atas usulan Netanyahu untuk melemahkan Mahkamah Agung saat ia diadili karena korupsi.

Gerakan protes tersebut, yang menuduh Netanyahu melakukan perebutan kekuasaan, telah memecah belah masyarakat Israel dan menimbulkan kekacauan di dalam militer Israel. Ratusan tentara cadangan mengancam akan berhenti menjadi sukarelawan untuk bertugas sebagai protes atas perombakan sistem peradilan.

Pasukan cadangan adalah tulang punggung angkatan bersenjata Israel. Protes di dalam tubuh angkatan bersenjata meningkatkan kekhawatiran mengenai kekompakan militer, kesiapan operasional, dan kekuatan pencegahan ketika mereka menghadapi ancaman di berbagai bidang. Netanyahu pada Sabtu (7/10) menyerukan “mobilisasi pasukan cadangan secara ekstensif.”

Resolusi Apa yang Diharapkan?

Israel dan Hamas pernah mengalami empat kali perang dan saling baku tembak sejak kelompok militan Islam tersebut merebut kendali Gaza dari pasukan yang setia kepada Otoritas Palestina pada 2007. Gencatan senjata telah menghentikan pertempuran besar dalam konflik-konflik sebelumnya, tetapi selalu terbukti goyah.

Setiap perjanjian yang berhasil disepakati selalu memberikan masa tenang. Namun, permasalahan yang lebih dalam dan mendasar dari konflik tersebut jarang ditangani dan menjadi landasan bagi serangan udara dan roket berikutnya.

Dengan meningkatnya pengaruhnya dalam putaran ini, Hamas kemungkinan akan berusaha lebih keras untuk mencapai konsesi mengenai isu-isu utama, seperti mengurangi blokade dan memenangkan pembebasan tahanan yang ditahan oleh Israel. [ah/ft]

Forum

XS
SM
MD
LG