Empat puluh industri tahu skala kecil menengah di Dusun Klagen, Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, terpaksa menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakar produksi tahu mereka. Harga kayu yang semakin tinggi, memaksa pengusaha kecil ini beralih ke sampah plastik untuk memanaskan tungku pemasak tahu.
Salah seorang pengusaha tahu di Sidoarjo, Gufron, merasakan beratnya biaya produksi di tengah ekonomi yang sedang tidak menentu.
“Dari dulu pakai plastik, sempat hampir enam tahun (pakai kayu). Kalau lainnya tetap pakai plastik, karena kayu itu mahal. Kalau pakai kayu minimal 5.000, kalau pakai plastik 3.000. Jauh, selisih 2.000 itu jauh. Kalau umpama kalikan 100 ya selisih 200.000,” jelasnya.
Asap hitam yang keluar dari cerobong asap tungku pembakaran seakan menjadi hal yang biasa di Desa Tropodo. Gufron mengaku tidak pernah mengalami gangguan kesehatan selama bekerja membuat tahu. Sebagian pengusaha kecil itu bahkan sudah menggunakan sampah plastik impor sebagai bahar selama lebih dari sepuluh tahun karena keuntungan yang mereka peroleh cukup besar.
“Tidak ada masalah. Orang sini sehat-sehat saja, walaupun asapnya berlebihan. Ya tidak ada sakit (sesak), tidak ada. Karena apa, sudah terbiasa dari dulu. Orang sini kuat-kuat,” jelasnya.
Hingga saat ini belum ada solusi lain untuk mendapatkan bahan bakar yang murah dan ramah lingkungan untuk usaha tahu mereka. Usulan pengadaan tungku yang lebih ramah lingkungan, serta biogas dan listrik sebagai energi pengganti kayu maupun sampah plastik, hanya menjadi tawaran yang belum terwujud hingga saat ini.
“Tidak ada, hanya tawaran saja. Andai kata ada, siapa sih yang tidak senang lingkungan di sini bersih, semua ya senang. Dulu kan sudah pernah pemerintah menawari, dibantu separuh dari pemerintah, ternyata hanya bicara saja,” kata Gufron.
Meningkatnya sampah plastik impor ke Indonesia terjadi sejak 2017, ketika China menutup keran impor sampah plastik ke negaranya. Padahal volume sampah plastik domestik pada 2022 saja mencapai 5,4 juta ton, atau sekitar 14 persen dari seluruh volume sampah di Indonesia. Pemakaian limbah plastik, termasuk yang berasal dari luar negeri, banyak dimanfaatkan oleh industri pengolahan makanan di sejumlah daerah di Jawa Timur.
Dampak pada Kesehatan
Pengajar Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember, Anita Dewi Moelyaningrum, mengatakan limbah plastik sangat berbahaya bila dibakar secara langsung. Bahan-bahan berbahaya yang dihasilkan dari pembakaran plastik yang tidak sempurna akan membahayakan lingkungan maupun kesehatan manusia di sekitarnya.
“Limbah plastik tidak boleh dibakar sembarangan, karena jika dibakar sembarangan maka akan terjadi pembakaran yang tidak sempurna. Dan ini yang akan menghasilkan bahan-bahan berbahaya, bisa berupa gas, asap, maupun debu. Dioksin dan furan ini yang sangat berbahaya yang seringkali ditimbulkan akibat pembakaran limbah plastik yang tidak sempurna. Karena sifatnya yang toksik, maka dapat mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang,” jelasnya.
Koordinator Komunitas Nol Sampah Surabaya, Hermawan Some, mendorong semua pelaku industri maupun masyarakat tidak lagi membakar sampah plastik. Pemerintah kata Hermawan, harus memberikan solusi penyediaan energi ramah lingkungan yang murah, agar masyarakat tidak lagi bersentuhan dengan bahaya pembakaran sampah plastik.
“Harus berani stop plastik, jangan pakai plastik, Lebih baik memilih kayu daripada plastik, karena kayu akana da CO yang dihasilkan, akan ada asap, tetapi kandungan kimia lainnya agak sedikit berkurang. Pilihan itu mungkin bisa dilakukan. Perbaiki cerobongnya dengan cerobong yang bagus,” kata Hermawan Some. [pr/em]
Forum