BANDUNG —
Puluhan produsen tahu dan tempe di Sentra Produksi Tahu Cibuntu, Kota Bandung, merugi akibat naiknya harga kedelai yang mencapai Rp 9.950 per kilogram, dari yang biasanya Rp 6.500 sampai Rp 7.500 per kilogram.
Harga bahan baku pembuatan tahu dan tempe tersebut melonjak diperkirakan karena jatuhnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika, padahal sebagian besar kedelai diimpor dari AS.
Akibat kenaikan harga kedelai yang sudah berlangsung hampir seminggu ini, kawasan Cibuntu kini sepi dari aktivitas produksi.
Sebagian produsen terpaksa menghentikan kegiatan produksi mereka karena terus-menerus mengalami kerugian hingga 60 persen.
“Total berhenti, kalau nggak salah sudah lima hari. Harga kedelai lagi melonjak. Harga Rp 7.800 (per kilogram), naik lagi Rp 8.500 sampai Rp 9.000. Belum satu hari genap, naik lagi Rp 9.200, Rp 9.700, sekarang Rp 10.000 kurang 50 rupiah (Rp 9.950),” ujar seorang produsen tahu tempe bernama Jalid.
Meski terus mengalami kerugian, sebagian produsen tahu tempe lainnya memilih untuk tetap melakukan produksi. Namun, untuk menyiasati kenaikan ongkos produksi, mereka terpaksa mengurangi ukuran tahu dan tempe. Ada pula produsen yang menaikkan harga tahu tempe hasil produksi mereka antara Rp 100 hingga Rp 200 per potong.
“Ini dampaknya berat juga, jadi penghasilan itu menurun drastis. Paling-paling (saya menaikkan harga tahu) dari harga Rp 250 (per butir) menjadi Rp 300, yang Rp 300 jadi Rp 400, yang Rp 400 menjadi Rp 500. Jadi (harganya) dinaikkan Rp 100,” ujar Maman, seorang produsen tahu dan tempe di Cibuntu.
Di pasaran, harga tahu dan tempe naik antara 10 persen sampai 20 persen, dari Rp 500-Rp 700 per potong menjadi Rp 600-Rp 800 per potong. Harga tempe juga ikut naik, dari Rp 4.000 per papan menjadi Rp 5.000 per papan.
Para produsen tahu tempe berharap pemerintah segera turun tangan mengatasi gejolak harga kedelai yang hingga kini masih mengandalkan impor dari luar negeri, khususnya dari Amerika Serikat.
“Harapan ke pemerintah, supaya harga kedelai itu diturunkanlah lebih murah lagi, supaya produsen tahu dan tempe dapat (kembali) mempekerjakan karyawan,” ujar Jalid.
“Kalau bisa (pemerintah) mengatasi. Soalnya ini kan istilahnya makanan pokok lah, kalau tahu ini,” ujar Maman.
Kenaikan harga kedelai yang terjadi di hampir seluruh kawasan di Indonesia ini memicu berbagai aksi protes dari para produsen tahu dan tempe. Pengurangan produksi tahu tempe juga berlangsung di sejumlah daerah lainnya di Indonesia, di antaranya Aceh, Kulonprogo-Yogyakarta, dan Musi Banyuasin-Palembang.
Harga bahan baku pembuatan tahu dan tempe tersebut melonjak diperkirakan karena jatuhnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika, padahal sebagian besar kedelai diimpor dari AS.
Akibat kenaikan harga kedelai yang sudah berlangsung hampir seminggu ini, kawasan Cibuntu kini sepi dari aktivitas produksi.
Sebagian produsen terpaksa menghentikan kegiatan produksi mereka karena terus-menerus mengalami kerugian hingga 60 persen.
“Total berhenti, kalau nggak salah sudah lima hari. Harga kedelai lagi melonjak. Harga Rp 7.800 (per kilogram), naik lagi Rp 8.500 sampai Rp 9.000. Belum satu hari genap, naik lagi Rp 9.200, Rp 9.700, sekarang Rp 10.000 kurang 50 rupiah (Rp 9.950),” ujar seorang produsen tahu tempe bernama Jalid.
Meski terus mengalami kerugian, sebagian produsen tahu tempe lainnya memilih untuk tetap melakukan produksi. Namun, untuk menyiasati kenaikan ongkos produksi, mereka terpaksa mengurangi ukuran tahu dan tempe. Ada pula produsen yang menaikkan harga tahu tempe hasil produksi mereka antara Rp 100 hingga Rp 200 per potong.
“Ini dampaknya berat juga, jadi penghasilan itu menurun drastis. Paling-paling (saya menaikkan harga tahu) dari harga Rp 250 (per butir) menjadi Rp 300, yang Rp 300 jadi Rp 400, yang Rp 400 menjadi Rp 500. Jadi (harganya) dinaikkan Rp 100,” ujar Maman, seorang produsen tahu dan tempe di Cibuntu.
Di pasaran, harga tahu dan tempe naik antara 10 persen sampai 20 persen, dari Rp 500-Rp 700 per potong menjadi Rp 600-Rp 800 per potong. Harga tempe juga ikut naik, dari Rp 4.000 per papan menjadi Rp 5.000 per papan.
Para produsen tahu tempe berharap pemerintah segera turun tangan mengatasi gejolak harga kedelai yang hingga kini masih mengandalkan impor dari luar negeri, khususnya dari Amerika Serikat.
“Harapan ke pemerintah, supaya harga kedelai itu diturunkanlah lebih murah lagi, supaya produsen tahu dan tempe dapat (kembali) mempekerjakan karyawan,” ujar Jalid.
“Kalau bisa (pemerintah) mengatasi. Soalnya ini kan istilahnya makanan pokok lah, kalau tahu ini,” ujar Maman.
Kenaikan harga kedelai yang terjadi di hampir seluruh kawasan di Indonesia ini memicu berbagai aksi protes dari para produsen tahu dan tempe. Pengurangan produksi tahu tempe juga berlangsung di sejumlah daerah lainnya di Indonesia, di antaranya Aceh, Kulonprogo-Yogyakarta, dan Musi Banyuasin-Palembang.