Pemerintah Hong Kong memperingatkan Wall Street Journal bahwa surat kabar itu kemungkinan telah melanggar hukum karena menerbitkan editorial yang mengatakan bahwa memberikan suara kosong adalah salah satu "cara terakhir" bagi penduduk untuk menyuarakan perbedaan pendapat.
Surat peringatan yang diterbitkan outlet media AS tersebut pada Senin (6/12) itu muncul, sementara Partai Komunis China yang berkuasa mengubah pusat bisnis itu menjadi sesuatu yang lebih mirip dengan China daratan yang otoriter.
Erick Tsang, Sekretaris Urusan Konstitusi dan Daratan Hong Kong, menyorot sebuah editorial yang dimuat surat kabar itu pekan lalu yang berjudul: "Hong Kong Says Vote or Else".
Editorial itu mengevaluasi pemilihan legislatif kota yang akan berlangsung bulan ini yang dianggap banyak kritikus mengurangi peluang demokrasi Hong Kong yang sudah terbatas.
"Boikot dan surat suara kosong adalah salah satu cara terakhir bagi warga Hong Kong untuk mengekspresikan pandangan politik mereka," tulis surat kabar itu dalam editorialnya.
Dalam suratnya, Tsang mengatakan ia "terkejut" membaca kalimat itu dan memperingatkan bahwa Hong Kong melarang "menghasut orang lain untuk tidak memilih, atau memberikan suara yang tidak sah".
"Kami berhak mengambil tindakan yang diperlukan," kata Tsang, seraya menambahkan bahwa pihaknya akan mempersoalkan pelanggaran tersebut, "terlepas dari apakah hasutan itu dilakukan di Hong Kong atau di luar negeri".
Berdasarkan sistem pemilihan legislatif baru yang diberlakukan oleh Beijing, hanya kandidat yang telah diperiksa sebelumnya yang dapat mencalonkan diri. Dua puluh dari 90 kursi legislatif yang diperebutkan dipilih secara langsung, turun dari setengahnya.
Sebagian besar tokoh oposisi pro-demokrasi kota itu dipenjara, melarikan diri ke luar negeri, dilarang mencalonkan diri atau menolak untuk ambil bagian dalam pemilihan 19 Desember.
Peka terhadap setiap langkah yang dapat menimbulkan keraguan atas legitimasi model politik barunya, pemerintah Hong Kong baru-baru ini menyatakan bahwa mendorong orang memboikot pemilihan lokal atau menghasut mereka untuk memberikan suara yang tidak sah adalah aksi pelanggaran.
Pekan lalu pihak berwenang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dua aktivis Hong Kong yang tinggal di luar negeri karena menggunakan media sosial untuk meminta orang-orang agar tidak memilih. Tiga orang lainnya di Hong Kong telah ditangkap karena pelanggaran yang sama.
Badan pengawas anti-korupsi telah memperingatkan lembaga-lembaga survei bahwa menanyakan penduduk apakah mereka berniat memboikot pemilu merupakan pelanggaran.
Para pejabat juga telah memperingatkan bahwa mengorganisir boikot pemilihan dapat melanggar undang-undang keamanan nasional kota itu.
Dalam editorialnya, Wall Street Journal menggambarkan pemilihan itu sebagai “pemunguatan suara palsu" yang menunjukkan China "menghancurkan otonomi yang dijanjikan" ke Hong Kong dan "berusaha untuk menegakkan tindakan keras politiknya bahkan di luar negeri".
Surat kabar itu sebelumnya juga pernah membuat marah China dengan editorialnya.
Tahun lalu sebuah editorial surat kabar itu tentang virus corona dianggap rasis oleh Beijing dan mengakibatkan pengusiran tiga wartawan dari negara itu. [ab/lt]