Hubungan antara Iran dan Turki terus menunjukkan tanda-tanda adanya ketegangan. Tindakan yang baru-baru ini diambil Iran, yaitu membatalkan aturan bebas visa terhadap warga Turki untuk pertama kali sejak 1964, semakin membeberkan ketegangan bilateral yang memburuk.
Pengamat Iran Mehrdad Emadi, yang bekerja pada Betamax, perusahaan konsultan yang menangani masalah-masalah internasional, mengatakan pembatalan bebas visa itu berdampak besar.
“Tindakan itu sangat berdampak besar, karena meningkatkan ketegangan di antara kedua negara. Saya rasa terlalu banyak penyebab di balik ketegangan yang semakin meningkat ini, yaitu sikap yang bertentangan dalam penyelesaian krisis Suriah. Sebelumnya, tidak pernah ada kesulitan dalam hubungan di antara kedua negara,” papar Emadi.
Para pemimpin dan diplomat senior Iran semakin memperkeras retorika mereka terhadap Turki. Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan minggu ini menuduh Iran tidak berterima kasih atas upaya pemerintahan Turki untuk mengurangi ketegangan internasional berkenaan dengan program nuklir Iran yang kontroversial. Dua tahun lalu,Turki, sebagai anggota sementara Dewan Keamanan PBB, memveto sanksi terhadap Iran.
Mantan diplomat senior Turki Murat Bilhan mengatakan sulit membaca pikiran Iran.
“Panglima militer Iran mengancam Turki dalam sebuah konferensi pers, tetapi kemudian menteri luar negeri Iran menyangkalnya. Mana yang harus kita percaya?” ujarnya.
Bilhan mengatakan satu faktor di balik pesan yang saling berbeda itu adalah Iran mengharapkanTurki agar mau memanfaatkan hubungannya dengan kelompok oposisi Suriah untuk mengusahakan pembebasan 48 warga Iran yang ditangkap kelompok pemberontak di Suriah.
Tetapi, Emadi mengatakan perbedaan pesan itu mungkin juga merupakan pertanda adanya perpecahan di dalam kepemimpinan Iran.
“Kepemimpinan Iran belum pernah terpecah dan tidak terkoordinir seperti sekarang ini dalam hal politik luar negeri,” ujar Emadi.
Hal lain yang mengkhawatirkan Turki adalah isu Kurdi yang tak kunjung terselesaikan.
Iran dalam dekade 1990-an mendukung kelompok pemberontak Kurdi atau PKK dalam perjuangannya mendapatkan hak kelompok minoritas yang lebih besar di Turki. Emadi mengatakan Iran mungkin cenderung menggunakan PKK lagi untuk melawan Turki, tetapi itu adalah permainan politik yang berbahaya.
“Populasi Kurdi di Iran besar dan dalam tahun-tahun belakangan ini mereka lebih vokal dan resah. Tetapi Iran kadang-kadang cenderung mengambil opsi yang sangat berisiko,” ujar Emadi lagi.
Sabtu kemarin, Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutaoglu jadi tuan rumah untuk Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton yang berkunjung untuk membahas dukungan bagi oposisi Suriah.
Pengamat Iran Mehrdad Emadi, yang bekerja pada Betamax, perusahaan konsultan yang menangani masalah-masalah internasional, mengatakan pembatalan bebas visa itu berdampak besar.
“Tindakan itu sangat berdampak besar, karena meningkatkan ketegangan di antara kedua negara. Saya rasa terlalu banyak penyebab di balik ketegangan yang semakin meningkat ini, yaitu sikap yang bertentangan dalam penyelesaian krisis Suriah. Sebelumnya, tidak pernah ada kesulitan dalam hubungan di antara kedua negara,” papar Emadi.
Para pemimpin dan diplomat senior Iran semakin memperkeras retorika mereka terhadap Turki. Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan minggu ini menuduh Iran tidak berterima kasih atas upaya pemerintahan Turki untuk mengurangi ketegangan internasional berkenaan dengan program nuklir Iran yang kontroversial. Dua tahun lalu,Turki, sebagai anggota sementara Dewan Keamanan PBB, memveto sanksi terhadap Iran.
Mantan diplomat senior Turki Murat Bilhan mengatakan sulit membaca pikiran Iran.
“Panglima militer Iran mengancam Turki dalam sebuah konferensi pers, tetapi kemudian menteri luar negeri Iran menyangkalnya. Mana yang harus kita percaya?” ujarnya.
Bilhan mengatakan satu faktor di balik pesan yang saling berbeda itu adalah Iran mengharapkanTurki agar mau memanfaatkan hubungannya dengan kelompok oposisi Suriah untuk mengusahakan pembebasan 48 warga Iran yang ditangkap kelompok pemberontak di Suriah.
Tetapi, Emadi mengatakan perbedaan pesan itu mungkin juga merupakan pertanda adanya perpecahan di dalam kepemimpinan Iran.
“Kepemimpinan Iran belum pernah terpecah dan tidak terkoordinir seperti sekarang ini dalam hal politik luar negeri,” ujar Emadi.
Hal lain yang mengkhawatirkan Turki adalah isu Kurdi yang tak kunjung terselesaikan.
Iran dalam dekade 1990-an mendukung kelompok pemberontak Kurdi atau PKK dalam perjuangannya mendapatkan hak kelompok minoritas yang lebih besar di Turki. Emadi mengatakan Iran mungkin cenderung menggunakan PKK lagi untuk melawan Turki, tetapi itu adalah permainan politik yang berbahaya.
“Populasi Kurdi di Iran besar dan dalam tahun-tahun belakangan ini mereka lebih vokal dan resah. Tetapi Iran kadang-kadang cenderung mengambil opsi yang sangat berisiko,” ujar Emadi lagi.
Sabtu kemarin, Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutaoglu jadi tuan rumah untuk Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton yang berkunjung untuk membahas dukungan bagi oposisi Suriah.