Tautan-tautan Akses

Hun Sen Siap Mundur, Serahkan Kepemimpinan pada Sang Putra


File: Perdana Menteri Kamboja Hun Sen (kiri), 1 Juli 2023 dan Hun Manet (kanan) dalam kampanye pemilu di Phnom Penh, Kamboja, 21 Juli 2023. (REUTERS/Cindy Liu)
File: Perdana Menteri Kamboja Hun Sen (kiri), 1 Juli 2023 dan Hun Manet (kanan) dalam kampanye pemilu di Phnom Penh, Kamboja, 21 Juli 2023. (REUTERS/Cindy Liu)

Pemimpin Kamboja Hun Sen mengatakan siap mundur dalam tiga bulan ke depan dan menyerahkan tampuk kepemimpinan pada putra sulungnya, Hun Manet.

Secara mengejutkan, Hun Sen, pemimpin Kamboja sejak lama yang akhir pekan lalu mengklaim kemenangan dalam pemilu, Rabu pagi (26/7) mengatakan siap mengundurkan diri dalam tiga bulan ke depan sebagai perdana menteri dan menyerahkan tampuk kekuasaan kepada putra sulungnya, Hun Manet.

Hun Manet saat ini adalah Panglima Angkatan Darat Kamboja, dan telah memenangkan kursi pertamanya di parlemen dalam pemilu hari Minggu lalu (23/7).

“Mengapa saya mengundurkan diri? Ini merupakan persiapan awal untuk menjaga stabilitas jangka panjang negara, untuk memastikan perdamaian dan stabilitas yang dibutuhkan sebagai landasan konkrit bagi Kamboja,” komentarnya.

Hun Sen menyebut langkahnya itu sebagai pengorbanan besar. “Ini merupakan pengorbanan besar saya. Tetapi ini sangat berharga untuk memastikan keselamatan rakyat, dan sejalan dengan apa yang dilakukan mantan Raja Norodom Sihanouk, yang ketika mengundurkan diri juga mempersiapkan kehadiran raja baru, atau raja kita sekarang ini,” pungkasnya.

Partai berkuasa di Kamboja, pimpinan Perdana Menteri Hun Sen, menang telak dalam pemilu hari Minggu (23/7). Negara-negara Barat dan organisasi-organisasi HAM mengecam pemilu yang dinilai tidak bebas dan adil, dan tekanan terhaap kelompok-kelompok oposisi.

Hun Sen, yang kini berusia 70 tahun, adalah otokrat tangguh yang telah memimpin Kamboja selama hampir empat dekade. Hun Sen menunjukkan gerakan politik yang cekatan, dengan tetap berada beberapa langkah di depan mereka-mereka yang berupaya menggulingkannya, di tengah negara yang rentan pergolakan.

Penulis biografinya, Sebastian Strangio mengatakan karakteristik yang membedakan Hun Sen dengan lainnya adalah fleksibilitas ideologi dan politiknya.

“Ia adalah seorang pemimpin yang memerintah sebagai kepala pemerintahan komunis pada tahun 1980an, lalu dengan sangat cepat membuat transisi ke sistem demokrasi pada awal tahun 1990an, dan sejak itu menunjukkan kemampuan luar biasa untuk tahu kapan saatnya mengalah, menang, dan melawan guna mengkonsolidasikan kekuasaannya," komentarnya.

Belajar dari Lapangan

Ketika perang saudara berkecamuk di Kamboja tahun 1970, Hun Sen bergabung dengan pimpinan Khmer Merah, Pol Pot. Ia kehilangan mata kirinya dalam pertempuran itu. Ia menjadi komandan tingkat menengah di negara ultra-komunis di mana sekitar 1,7 juta orang tewas karena kebijakan genosidanya.

Ketika terjadi serangkaian pembersihan, Hun Sen melarikan diri ke Vietnam, tetapi kemudian kembali untuk membantu tentara Vietnam yang menyerang Kamboja, menggulingkan Pol Pot pada tahun 1979. Menyadari bakatnya, pasukan pendudukan Vietnam menjadikan Hun Sen, yang baru berusia 20-an, sebagai menteri luar negeri. Dunia pun mulai menaruh perhatian pada pemuda berhati baja yang kemudian mendominasi Kamboja.

Pada tahun 1985 ia menjadi perdana menteri, yang termuda di dunia saat itu. Bertahun-tahun kemudian ia menghancurkan lawan-lawannya satu per satu, termasuk lewat kudeta tahun 1997 dan lewat keputusan pengadilan, yang memenjarakan banyak pembangkang, membubarkan partai politik atau melarang mereka mencalonkan diri dalam pemilu.

Strangio mengatakan, “Hun Sen adalah seorang pemimpin yang tumbuh dewasa dalam konteks konflik di Kamboja tahun 1950-an dan 1960-an, dan pengalaman di medan perang telah menanamkan pendekatan berbeda tentang politik pada Hun Sen. Ia selalu melihat politik sebagai permainan menang kalah, dan tidak lalai menggunakan kekuatan penuh untuk mengkonsolidasikan cengkeraman kekuasaannya, dengan menghilangkan potensi sumber oposisi.”

Hun Sen juga membantu membawa perdamaian ke negara yang dilanda perang, dan menghantarkan ekonomi pasar bebas. Ia kemudian mendekat ke China, yang memberinya dukungan kuat agar lebih percaya diri menolak seruan Barat untuk melakukan reformasi politik dan mengakhiri penindasan.

Temui Junta Militer Myanmar, Hun Sen Dikecam Luas ASEAN

Perjalanan hidupnya tidak selamanya mulus. Tahun lalu Hun Sen tersandung di panggung internasional ketika dalam posisi sebagai ketua ASEAN tahun lalu, ia terbang ke Myanmar guna meredam konflik berdarah di negara itu. Namun langkah sepihak itu tidak menghasilkan apapun kecuali kemarahan beberapa pemimpin ASEAN, yang mengkritiknya karena telah memberi legitimasi pada pemerintah junta militer Myanmar yang brutal.

Pemerintahan panjang Hun Sen mungkin akan segera berakhir. Baru-baru ini ia mengatakan siap menyerahkan kekuasaan kepada putra sulungnya, Hun Manet, yang berusia 45 tahun. Tetapi para pengamat menilai kemungkinan besar ia akan tetap menjadi kekuatan di Kamboja, dengan berdiri di belakang putranya guna memberikan pengarahan dan mempertahankan Kamboja di jalur yang telah dipetakannya. [em/jm]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG