Keluarga Julio Sihombing sedang beribadah dengan khidmat di rumahnya sendiri, Minggu (19/4), ketika dua orang pria masuk ke rumahnya meminta ibadah dihentikan. Kepada VOA, Julio menceritakan keluarganya terlibat adu mulut dengan ketua RT dan seorang tokoh masyarakat itu.
"Pas mau selesai khutbah, datanglah dua orang itu, ya langsung masuk ke rumah,” ujarnya menceritakan kejadian tersebut.
Adik Julio, Arion Sihombing, sempat mengunggah rekaman kejadian tersebut lewat Instagram pribadinya. “Ini ibadah biasa pak..,” ujar Julio dalam video.
"Bukan masalah ibadah biasa, kagak boleh,” hardik pria berbaju putih yang nampak membawa tongkat kayu itu.
Sebelum dihapus, video itu sempat viral di media sosial dan mengundang perhatian Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Gubernur menyatakan penyesalannya atas kejadian tersebut dan akan mengecek kepada aparat setempat.
Julio menceritakan, saat kejadian ada 11 orang yang beribadah dan semuanya adalah anggota keluarga besar. Dia menegaskan, keluarga tidak mengundang jemaat dari luar.
Keluarganya, yang merupakan jemaat Gereja HKBP, beribadah di rumah mengikuti anjuran pemerintah selama wabah COVID-19. Kata dia, ibadah sudah berjalan selama 6 pekan dan selalu berjalan lancar. Laki-laki berusia 25 tahun ini menceritakan, keluarganya tidak menggunakan pengeras suara sama sekali.
Secara Kekeluargaan
Kejadian tersebut pun melalui beberapa proses mediasi oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Bekasi dan Polres Bekasi. Dalam mediasi terakhir, ujar Julio, keluarga sepakat tidak menempuh jalur hukum.
"Cuma dari saya dan adik saya yang menekankan, walaupun dengan cara baik-baik harus ada pernyataan di atas materai. Terus ada permintaan maaf dari bapak itu,” terangnya.
Dalam sebuah video yang diunggah Arion, tokoh masyarakat bernama Mulyana itu menyatakan ‘terjadi kesalahpahaman’. “Malam ini kami berdua (dirinya dan keluarga) telah bermusyawarah dengan niat yang baik untuk saling menghormati satu sama lain, dan hidup bertoleransi,” ujarnya.
Julio berharap, seluruh pihak bisa menjunjung kebersamaan dan menghargai hak satu sama lain. "Kita harus tetap junjung toleransi, karena kita hidup di sini nggak sendirian, kita hidup bareng-bareng sama teman-teman yang dari golongan lain, suku lain, dari agama lain juga,” imbuhnya.
Hak Beribadah
Presidium Jaringan Kerja Antar-umat Beragama (Jakatarub), Wawan Gunawan, mengatakan persekusi terhadap kelompok agama minoritas terus berulang, terlepas dari situasi wabah atau tidak.
Wawan meminta aparat bertindak tegas terhadap pelaku persekusi. Sebab, hak beribadah dan beragama sudah dijamin oleh UU. “Kalau mau dimaafkan, ya dimaafkan, itu urusan kemanusiaan. Tapi upaya penegakan hukum juga harus, agar aturan kita punya wibawa,” ujarnya.
Tanpa ketegasan, ujar Wawan, kejadian serupa akan terus terjadi. “Kan bisa jadi bagi pelaku ini berhenti, itu pun karena berbagai faktor, tapi ini kan tidak menutup kemungkinan di tempat lain ada lagi yang berbuat begitu,” tambah dia.
Wawan mengusulkan, hak beribadah di ruang privat diatur dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) terkait Pendirian Rumah Ibadah.
“Praktik kultural ini harus adil tidak hanya berlaku bagi mayoritas, tapi minoritas juga harus,’ tuturnya. [rt/em]