Di Indonesia setiap 30 detik satu orang tertular Tuberkulosis atau TBC, dan rata-rata 13 orang meninggal setiap satu jam akibat penyakit menular itu. Saat ini Indonesia menjadi negara dengan beban TBC tertinggi ketiga di dunia. Tetapi, penderita TBC masih menghadapi tantangan untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan.
Penderita TBC Agus Riyanto (32 tahun) yang masih menjalani pengobatan dan 2 anaknya yang baru saja sembuh ikut hadir pada acara peringatan itu.
Eri, isteri Agus Riyanto menceritakan kepada VOA, anaknya, Farrel (8 tahun) dan adiknya Sinta (4 tahun) baru saja menjalani pengobatan masing-masing 6 bulan dan dinyatakan sembuh.
“Sebenarnya anak-anak tidak batuk dan tidak ada tanda-tanda TBC tetapi karena bapaknya TB MDR (Multidrug-Resistant Tuberculosis) maka dokter menyarankan untuk di-cek dan hasilnya positif TBC. Sehingga harus pengobatan 6 bulan. Yang berat itu kalau Farel disuruh minum obat, kalau tidak mau ya tetap tidak mau. Karena dia tuli, ngasih tahunya itu sulit,” tutur Eri.
Karena harus merawat suami dan dua anaknya sekaligus, sementara ia dan suaminya tidak bekerja, Eri mengaku kesulitan secara ekonomi. Padahal pengobatan TBC diberikan pemerintah secara gratis.
Lain lagi penderitaan yang dialami Agus Riyanto (32 tahun).
“Kalau minum obat itu rasanya tidak keruan, jadi bosan, mual-mual dan muntah. Sekarang sudah lebih baik, berat badannya juga sudah naik,” ujarnya.
Dr Anung Sugihantono, Direktur Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kementerian Kesehatan RI mengatakan, prevalensi penyakit TBC di Indonesia sekitar 142 per 100.000 penduduk.
Ada 842.000 Kasus TBC Baru per Tahun
Kasus baru TBC mencapai 842.000 per-tahun dan ini diperkirakan baru mencapai 46 persen dari total kasus yang diperkirakan. Menurut Anung, menemukan kasus baru TBC masih menjadi tantangan.
“Penemuan kasusnya hingga saat ini belum menggembirakan, maka kita memprioritaskan daerah-daerah yang padat penduduknya itu (di Jawa) yang kita utamakan dulu. Tanpa pengecilkan daerah-daerah lain diluar pulau Jawa. Papua kita jadikan prioritas untuk penemuan kasus TBC karena disana kasus HIV-nya cukup tinggi karena memang ada hubungan antara infeksi TBC dengan infeksi HIV untuk daerah-daerah tertentu,” urai Anung.
Anung menambahkan upaya menemukan kasus TBC baru melibatkan semua pemangku kepentingan tetap dilakukan di semua wilayah di Indonesia.
Dubes AS Pertegas Kemitraan dengan Indonesia untuk Berantas TBC
Pada kesempatan yang sama, Duta Besar Amerika untuk Indonesia Joseph R. Donovan mengingatkan, meski dapat dicegah dan disembuhkan, TBC masih menjadi 10 penyakit mematikan di dunia. Dubes Donovan mengatakan, Amerika telah bermitra dengan Indonesia selama 20 tahun dalam memerangi TBC dan telah memberikan manfaat lebih dari 700.000 penderita TBC di Indonesia. Pemerintah Amerika berkomitmen untuk terus membantu Indonesia khususnya menuju bebas TBC tahun 2030.
“Selama 10 tahun terakhir kami telah menginvestasikan lebih dari 130 juta dolar Amerika (sekitar 1,8 triliun rupiah), untuk upaya deteksi dan pengobatan TBC di Indonesia. Kemitraan kami telah memberi manfaat sekitar 700.000 pasien TBC di Indonesia. Amerika Serikat telah menjadi yang terdepan dalam penanggulangan TBC secara global dan membantu lebih dari 50 negara yang terbebani TBC termasuk Indonesia yang menjadi negara dengan beban TBC tertinggi ke-3 di dunia”.
Bantuan pemerintah Amerika disalurkan melalui lembaga dana pembangunan internasional USAID melalui program Challenge TB. Erin E.McKee, Direktur USAID Indonesia mengatakan, salah satu tantangan dalam memerangi TBC adalah stigma negatif terhadap penderita.
USAID Dorong Pendekatan “Global Accelerator To End TB”
Menurut McKee, untuk tahap berikutnya USAID dengan pendekatan “Global Accelerator To End TB” berharap bisa memberikan manfaat kepada setidaknya 3,8 juta penderita TBC di Indonesia hingga bebas TBC pada 2030. Ia menambahkan, bantuan untuk Indonesia berupa bantuan teknik.
“Dengan bantuan sekitar 1,8 triliun rupiah tersebut kami membantu Indonesia meningkatkan kapabilitas secara nasional maupun daerah untuk menangani TBC. Kami juga melaksanakan program-program yang langsung di tingkat masyarakat. Jadi kami tidak memberikan uang tunai tetapi bantuan teknis dengan dana tersebut untuk membantu Indonesia meningkatkan kemampuan memerangi penyakit TBC,” kata McKee.
Gubernur Jawa Tegah Ganjar Pranowo yang ikut memberikan sambutan dan bersama sejumlah tokoh menerima PIN karena ikut terlibat aktif memerangi TBC, mengatakan pemerintah Jawa Tengah akan memperkuat surat edaran yang sudah dikeluarkan dengan mengeluarkan peraturan penanganan TBC yang melibatkan berbagai komunitas, terutama ikut menemukan pasien TBC dan TBC laten.
“Tahun 2018 lalu kami menegaskan kembali dari awalnya Surat Edaran sekarang kita buat peraturan agar semua terlibat tentang rencana aksi daerah penanggulangan TBC propinsi Jawa Tengah 2018-2023. Eliminasi TBC di Jawa Tengah sampai dengan 2028. Kota Solo bahkan penanggulangan itu sampai 2025,” tukasnya.
Dilatarbelakangi Candi Borobudur yang megah, diresmikan pula pameran “A Story of Hope,” yang menampilkan poster-poster yang menjelaskan tentang penyakit TBC.
Pameran dibuka untuk masyarakat di Universitas Gajah Mada 12-20 Maret, dan di Erasmus huis Jakarta hingga April. Pameran akan berkeliling di 4 kota dari 5 prioritas program USAID Challenge TB, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatra Utara dan Papua. (ms/em)