Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mendorong komitmen ASEAN dan dunia untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan di Rakhine.
“Situasi di Rakhine State memerlukan komitmen dan tindakan yang kongkrit agar krisis kemanusiaan dapat segera diakhiri,” demikian ujar Retno Marsudi, dalam Pertemuan ASEAN Political and Security Community (APSC) Council, di Manila hari Minggu (12/11).
Dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh Menkopolhukam Wiranto, ditekankan pula perlunya upaya bersama untuk mencegah krisis ini menjadi bencana yang menjadi pintu masuk radikalisme dan terorisme. Wiranto merujuk pada aksi terorisme di Marawi, Filipina, ketika menggarisbawahi pentingnya kerjasama ASEAN dalam isu ini.
Wiranto menjelaskan inisiatif Indonesia di Manado pada 29 Juli lalu, untuk melangsungkan semacam pertemuan di tingkat regional untuk membahas tentang kelompok pejuang teroris asing dan teroris lintas perbatasan.
Beberapa bulan terakhir ini Indonesia bersama Malaysia dan Filipina memang telah mengintensifkan patroli bersama trilateral di Sulawesi dan Laut Sulu.
“Kami menyambut baik disetujuinya ASEAN Comprehensive Plan of Action on Counter Terrorism and Manila Declaration to Counter the Rise of Radicalisation and Violent Extremism,” ujar Wiranto.
Lebih jauh Wiranto menyampaikan bahwa Indonesia telah meratifikasi ASEAN Convention Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children (ACTIP), yaitu konvensi untuk memberantas penyelundupan manusia, terutama wanita dan anak-anak.
Isu lain yang juga menjadi perhatian dalam pertemuan ini adalah soal kejahatan narkoba dan kejahatan perikanan.
APSC Council adalah salah satu organ di bawah payung ASEAN yang bertujuan mengkoordinasikan badan-badan di bawah pilar politik keamanan ASEAN.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan sudah waktunya bagi ASEAN menunjukkan pada masyarakat di kawasan itu dan juga dunia bahwa ASEAN mampu melindungi warganya dan sekaligus merespon tantangan di Asia Tenggara. [em]