Presiden Joko Widodo hari Senin (26/10) memutuskan untuk membatalkan kunjungannya yang dijadwalkan tiba pada hari Rabu (28/10) ke jantung teknologi dunia Silicon Valley, Amerika, karena ingin mengurus krisis kebakaran hutan di tanah air.
Meski tidak jadi mampir, Presiden Jokowi tetap mengirim delegasi guna menawarkan kesempatan investasi yang bisa mencapai nilai jutaan dolar kepada para pemain teknologi informasi kelas dunia di sana.
Kesempatan semacam ini sangat penting, seperti dibuktikan Presiden China Xi Jinping dan Perdana Menteri India Narendra Modi yang melakukan kunjungan serupa bulan lalu.
Ada apa di Silicon Valley?
Silicon Valley adalah tempat kelahiran dan markas besar banyak perusahaan teknologi global. Sebut saja di antaranya Google, Facebook, Apple, Intel, Hewlett-Packard, Yahoo, eBay hingga perusahaan start-up yang telah sukses seperti Uber, Airbnb dan Square.
Silicon Valley adalah julukan untuk bagian selatan kawasan Teluk San Francisco di negara bagian California. Mencakup luas sekitar 4.800 kilometer persegi, Silicon Valley memiliki populasi penduduk hampir tiga juta orang dan sekitar 30 persennya keturunan Asia.
Seperti Roma yang tidak dibangun dalam sehari, sejarah perkembangan kawasan teknologi canggih ini juga cukup panjang. Universitas Stanford berperan besar dalam lahirnya daerah industri ini dengan merintis banyak riset dan bakat baru.
Pada tahun 1940an dan 1950an, salah satu profesor teknik Stanford yaitu Frederick Terman mendorong lulusan kampus itu untuk membangun perusahaan sendiri, termasuk Hewlett-Packard, sehingga Silicon Valley mulai tumbuh di sekitar kampus Stanford.
Nama Silicon Valley pertama kali digunakan dalam penerbitan pada awal Januari 1971 oleh mingguan Electronic News dalam serangkaian artikel berjudul “Silicon Valley in the USA.”
Istilah itu mulai luas digunakan pada awal 1980an, berbarengan masuknya komputer milik IBM dan beragam produk piranti keras dan lunak ke pasar. Nama Silicon mengacu pada menjamurnya produsen semikonduktor, yang dibuat dari bahan silikon.
Menurut laporan Silicon Valley Index tahun 2015, pertumbuhan lapangan kerja setahun ini di sana adalah 4,1 persen, yang tertinggi sejak tahun 2000. Pertumbuhan ini merata di seluruh sektor utama, yaitu sektor infrastruktur dan layanan masyarakat, sektor inovasi dan produk informasi, serta sektor infrastruktur dan layanan bisnis.
Menurut indeks tahunan itu, yang telah merilis statistik Silicon Valley sejak tahun 1995, jumlah pendaftaran paten terus meningkat. Tahun 2013, angkanya mencapai 16.975 dan mayoritas untuk penemuan di bidang komputer, pemrosesan data dan penyimpanan informasi.
Total investasi modal ventura (modal untuk perusahaan start-up) di Silicon Valley meroket ke 7,4 miliar dolar hanya dalam kuartal pertama 2014. Itu merupakan yang terbesar dalam kuartal manapun sejak tahun 2000. Angka ini, menurut indeks tersebut, mewakili 43 persen dari investasi modal ventura di seluruh Amerika dan lebih dari separuhnya adalah modal untuk pengembangan piranti lunak.
Peluang investasi di Indonesia
Silicon Valley adalah magnet bagi bisnis baru di era digital saat ini. Jadi jelas banyak pemimpin dunia ingin merangkul investor disana.
Biarpun Indonesia adalah pasar terbesar di Asia Tenggara, tetapi volume perdagangannya tidak sampai seperempat China atau India seperti ditulis suratkabar Wall Street Journal. Banyak perusahaan teknologi Indonesia juga tidak terlalu dikenal di tingkat global, sementara investor sering mengeluhkan birokrasi dan hambatan bagi modal asing.
Namun Indonesia tetap menarik perhatian. Data Bank Dunia menyebutkan sekitar 17 persen penduduk Indonesia punya akses Internet. Meskipun masih dibawah China yang angkanya 49 persen dan India 18 persen, angkanya terus meningkat dibantu naiknya penjualan ponsel canggih.
Hari Rabu (28/10), delegasi Indonesia akan memperkenalkan empat pengusaha start-up Indonesia ke pihak investor modal ventura. Mereka yang ikut dalam rombongan Jokowi adalah Nadiem Makarim dari Gojek, William Tanuwijaya dari Tokopedia, Andrew Darwis dari Kaskus dan Ferry Unardi dari Traveloka.
Dalam pertemuan dengan Google, delegasi Indonesia akan membahas program pelatihan untuk perusahaan-perusahaan baru. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan Indonesia juga ingin perusahaan raksasa teknologi itu ikut memperluas akses Internet ke pedesaan dan kawasan terpencil.
Sementara dengan Microsoft dan Facebook, Indonesia berharap kedua perusahaan itu bekerjasama dengan universitas-universitas untuk mengembangkan pusat pendidikan guna menjadikan Indonesia pusat teknologi regional.
Delegasi Indonesia juga dijadwalkan bertemu pihak Apple, yang dikabarkan berminat menanam modal di sektor tambang timah. Indonesia adalah eksportir timah terbesar di dunia, sementara Apple menggunakan banyak timah dalam produk-produknya.
Apple, kata Rudiantara, juga berminat mengembangkan pusat riset dan pengembangan di Indonesia. [th/ii]