Indonesia terus berkomitmen membantu rakyat Afghanistan yang tengah dibekap krisis kemanusiaan sejak Taliban berkuasa di negara Asia Tengah itu pada pertengahan Agustus 2021.
Salah satu isu yang paling diutamakan oleh pemerintah Indonesia adalah pemenuhan hak-hak perempuan dan kelompok-kelompok minoritas lainnya di Afghanistan.
Dalam jumpa pers, Kamis (13/1), Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar negeri Abdul Kadir Jailani menjelaskan selain pemberian bantuan kemanusiaan yang baru dikirim dengan dua pesawat akhir pekan lalu, pemerintah Indonesia -- bekerja sama dengan organisasi nirlaba Aga Khan --akan menyampaikan bantuan dana senilai hampir Rp2,2 miliar.
"Untuk rentang tahun 2022-2024, pemerintah juga sudah berkomitmen untuk memberikan US$ 2,85 juta atau setara Rp 41,61 miliar. Semua dana tersebut akan ditujukan untuk pembangunan kapasitas sumber daya manusia (Afghanistan), terutama untuk wanita melalui beasiswa," kata Abdul Kadir.
Dalam konteks itu, lanjutnya, pemerintah sudah melakukan pendekatan dengan beragam lembaga terkait, termasuk universitas-universitas di Indonesia. Yang lebih penting lagi. kata Abdul, adalah komitmen pemerintah dalam meningkatkan peran perempuan di Afghanistan.
Menurut Abdul, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sedang mengadakan pembicaraan secara khusus dengan Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Muhammad bin Abdurrahman al-Thani untuk berkolaborasi dalam menggelar konferensi tentang pemberdayaan perempuan Afghanistan. Namun belum diketahui apakah konferensi yang secara khusus membahas hak-hak perempuan Afghanistan itu akan dilangsungkan tahun ini.
Dia mengharapkan konferensi tentang perempuan Afghanistan itu nantinya akan menghasilkan sejumlah kesepakatan proyek dalam peningkatan pemberdayaan perempuan di Afghanistan.
Pada kesempatan yang sama, juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menjelaskan Indonesia akhir pekan lalu telah mengirim bantuan kemanusiaan untuk rakyat Afghanistan, berupa bahan makanan dan keperluan-keperluan lainnya yang bersifat mendesak. Penyaluran bantuan ini dilakukan melalui Program Pangan Dunia (WFP).
Sekretaris Jenderal Asian Muslim Network Ruby Kholifah menjelaskan Indonesia sebagai negara demokratis tentu tidak bisa menerima pemerintahan yang tidak sah yang sekarang dipimpin Taliban.
Dia menilai pemerintahan Taliban bukan pemerintahan demokratis karena berkuasa tanpa melalui pemilihan umum.
Namun sebagai bangsa yang menaruh perhatian besar pada masalah perdamaian internasional, menurutnya, Indonesia perlu memikirkan kemajuan rakyat Afghanistan. Dalam konteks ini, katanya, yang paling mungkin dikembangkan adalah dialog antara rakyat kedua negara.
Hanya saja Ruby masih mempertanyakan apakah interaksi antara rakyat kedua negara itu masih dilakukan. Menurutnya, Taliban menerapkan pembatasan di banyak hal, termasuk tidak memberikan ruang kepada perempuan Afghanistan untuk aktif di publik dan tidak membolehkan perempuan Afghanistan bersekolah dan bekerja.
"Yang bisa dilakukan oleh Indonesia adalah membangun dialog dengan diaspora Afghanistan dulu, orang-orang terdidik yang sekarang tidak berada di dalam Afghanistan. Maka mereka memungkinkan banget untuk difasilitasi suaranya untuk bisa melakukan penguatan dan mendorong agar proses demokratis bisa dijalankan di Afghanistan," tutur Ruby.
Menurut Ruby, Indonesia melalui diplomasi formal atau informal perlu mendorong Taliban agar mau menggelar pemilihan umum dan membolehkan rakyat untuk memilih. Dia mengakui saat ini tidak ada jalan pintas untuk memberdayakan perempuan Afghanistan karena kondisi Afghanistan yang sedang kesulitan.
Ia mengatakan, Indonesia bisa melakukan pemberdayaan perempuan Afghanistan tersebut melalui organisasi-organisasi kemanusiaan.
Ruby menegaskan, Indonesia perlu berperan dalam membangun diplomasi di tingkat internasional dengan mefasilitasi forum-forum dialog untuk membahas Afghanistan. Indonesia juga, katanya, perlu berdialog dengan negara-negara besar yang dapat mempengaruhi Afghanistan supaya mereka mau mengambil langkah demokrasi.
Masih menurut Ruby, Indonesia selalu menjadi model bagi negara-negara berpenduduk mayoritas muslim lainnya, di mana Islam dan demokrasi bisa bersatu dan dijalankan. Indonesia tidak memiliki sistem kasta yang menempatkan warga negara satu lebih tinggi dari warga negara lainnya.
Menurutnya, yang juga harus dilakukan oleh Indonesia adalah memperkenalkan diplomasi moderasi beragama. Sebab moderasi beragama di Indonesia yang sudah sangat bagus amat dibutuhkan oleh negara seperti Afghanistan. Karena itulah Islam garis tengah menjadi garda terdepan dalam diplomasi Indonesia terkait isu Afghanistan.
Indonesia, katanya, perlu menghadirkan ulama-ulama perempuan yang memperjuangkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Dia mencontohkan para ulama perempuan yang tergabung dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). [fw/ab]