Uni Eropa berencana melakukan audit independen terhadap Lembaga Bantuan Pengungsi Palestina di bawah naungan PBB, UNRWA, untuk memastikan tidak ada keterlibatan staf lembaga tersebut “dalam aksi terorisme.”
Dugaan itu menjadi dasar sejumlah negara Barat menghentikan bantuan pendanaan untuk UNRWA, dan hasil audit nantinya akan menjadi dasar pertimbangan untuk melanjutkan pendanaan terhadap lembaga tersebut, atau tidak.
Senin lalu (1/29) Uni Eropa menyampaikan keinginannya untuk menunjuk sejumlah pakar independen untuk melakukan audit terhadap UNRWA, lembaga bantuan pengungsi untuk Palestina.
Komisi Eropa selaku badan eksekutif Uni Eropa mengatakan, audit itu akan berfokus pada “sistem kontrol yang diperlukan secara spesifik untuk mencegah kemungkinan keterlibatan staf dalam kegiatan terorisme.”
Eric Mamer, Juru Bicara Komisi Uni Eropa mengatakan kepada media bahwa mereka ingin UNRWA menyetujui rencana itu. “Komisi Uni Eropa sudah jelas menyatakan untuk saat ini tidak ada pendanaan untuk UNRWA, setidaknya sampai Februari 2024. Jadi ini sangat jelas. Sementara itu kami meminta, pertama, lembaga itu melakukan investigasi seperti yang telah mereka sampaikan. Kedua, kami ingin mereka setuju audit yang akan dilakukan para ahli independen yang ditunjuk oleh komisi,” sebut Marmer.
Rencana audit itu disampaikan menyusul tudingan Israel terkait “aksi terorisme” yang dilakukan sejumlah staf lembaga PBB tersebut.
Israel telah lama menuduh UNRWA memperpanjang situasi konflik di Palestina dengan menghalangi para pengungsi untuk kembali ke permukiman, dan beberapa kali menyebut staf lembaga itu terlibat dalam serangan bersenjata terhadap Israel.
Meski itu sudah dibantah oleh UNRWA dan menegaskan mereka hanya menjalankan tugas menyalurkan bantuan, Israel ingin agar lembaga itu dibubarkan.
Politisi anggota partai penguasa Israel, Danny Danon, mengatakan penghentian pendanaan saja tidaklah cukup.
“PBB bertanggung jawab atas UNHCR yang menaungi seluruh pengungsi di dunia. Kenapa Anda perlu lembaga khusus untuk pengungsi Palestina? Sudah saatnya memasukkan warga Palestina di Gaza, Judea, dan Samaria sebagai bagian dari UNHCR,” sebutnya.
Jika bantuan pendanaan tidak dilanjutkan, UNRWA pada Senin (1/29) lalu mengatakan mereka tidak bisa melanjutkan operasinya di Gaza dan seluruh wilayah setelah akhir Februari mendatang.
Negara-negara Liga Arab pun mengkritik tuduhan dan dihentikannya dana itu. Menteri Luar Negeri Mesir, Sameh Shoukry, mengatakan itu menunjukkan standar ganda dalam pengambilan keputusan terkait Palestina.
"Terus terang, kami terkejut atas keputusan mengenai UNRWA, dan berbagai ungkapan keras yang digunakan mengenai tuduhan terhadap badan tersebut. Tidak ada ungkapan serupa tentang pembunuhan lebih dari 26,000 warga sipil tak bersalah di Gaza, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak," ujarnya.
Dikutip dari kantor berita Reuters, intelijen Israel telah mengajukan berkas enam halaman berisikan nama sekitar 190 staf UNRWA, termasuk tenaga pengajar, yang diduga terlibat dalam Hamas ataupun pejuang Jihadis Islam.
Namun, Palestina mengatakan informasi tersebut sengaja dibuat-buat untuk membubarkan lembaga beranggotakan 13,000 orang di Gaza yang dibentuk sejak tahun 1948 itu.
Atas dugaan tersebut, hingga kini sudah lebih dari 10 negara pendonor UNRWA menghentikan pendanaannya, termasuk Amerika Serikat, Jepang, Jerman dan Inggris, mencakup lebih dari 60 persen dari total anggaran UNRWA pada tahun 2022.
Komisi Uni Eropa mengatakan, hasil audit “akan diluncurkan secepatnya untuk mengkonfirmasi bahwa mereka tidak terlibat dalam serangan itu.” Sejumlah negara pendonor pun menunggu hasil audit dan langkah yang akan diambil PBB, sebelum mengambil keputusan pendanaan selanjutnya. [ti/ka]
Forum