Presiden Iran Hassan Rouhani mengumumkan, Rabu (8/5), negaranya akan berhenti mematuhi ketentuan-ketentuan terkait penimbunan uranium diperkaya dan air berat yang diberlakukan sebagai bagian dari kesepakatan internasional tahun 2015 mengenai program nuklirnya.
Berdasarkan kesepakatan dengan Inggris, China, Perancis, Rusia, AS dan Jerman, Iran diharuskan tidak memiliki lebih dari 300 kilogram uranium yang diperkaya pada kadar 3,67 persen. Kelebihan uranium yang diperkaya itu harus dijual di pasar internasional, atau diproses kembali menjadi uranium kadar rendah. Iran juga diharuskan tidak mengakumulasi air berat tambahan. Kedua ketentuan itu berlaku hingga 15 tahun.
Sebagai imbalan bagi pembatasan program nuklirnya, yang juga mencakup larangan memperkaya uranium ke tingkat lebih tinggi sehingga bisa digunakan untuk senjata nuklir, Iran mendapatkan keringanan sanksi-sanksi yang sangat menekan perekonomiannya.
Namun Iran terus mengalami kesulitan ekonomi, khususnya setelah AS mundur dari kesepaktan nuklir tersebut tahun lalu, dan memberlakukan kembali sejumlah sanksi, termasuk yang menarget sektor minyak Iran yang penting bagi negara itu.
Rouhani mengatakan, para pendandatangan lain kesepakatan itu tidak memenuhi komitmen mereka, dan malah membiarkan sanksi-sanksi AS mempengaruhi sektor perminyakan dan sektor perbankan Iran. Ia memberi batas waktu selama 60 hari bagi mereka untuk melakukan perubahan.
Badan pengawas nuklir PBB (IAEA) sebetulnya telah mengesahkan sejumlah laporan bahwa Iran mematuhi janji-janjinya dalam kesepakatan itu. Presiden AS Donald Trump telah lama menyatakan keberatan atas kesepakatan itu, khususnya karena kesepakatan tersebut tidak menyelesaikan isu terkait program misil balistik Iran. [ab]