Tautan-tautan Akses

Israel Batalkan Rencana Pemukiman Kembali, Nasib Migran Afrika Tak Menentu


Para migran Afrika dan aktivis melakukan aksi protes menentang rencana deportasi oleh pemerintah Israel di Tel Aviv 24 Maret lalu (foto: dok).
Para migran Afrika dan aktivis melakukan aksi protes menentang rencana deportasi oleh pemerintah Israel di Tel Aviv 24 Maret lalu (foto: dok).

Sekitar 40.000 orang Afrika di Israel menghadapi masa depan yang tidak menentu sementara Israel melanjutkan upaya untuk mendeportasi mereka.

Status migran Afrika di Israel tampak tidak menentu, seminggu setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu membatalkan rencana untuk menyelesaikan krisis pengungsi di negara itu, hanya satu hari setelah mengumumkannya.

Para pendatang Afrika sudah cemas-cemas sejak pekan lalu, ketika pemerintah Israel berubah sikap. Mula-mula, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa Israel telah mencapai kompromi dengan Badan Pengungsi PBB. Berdasarkan kesepakatan itu, sekitar 16.000 orang Afrika akan dikirim ke negara-negara Barat, sementara lebih dari 20.000 orang akan diizinkan tetap berada di Israel.

Dalam perjanjian dengan badan pengungsi PBB, separuh dari sekitar 32.500 migran Afrika akan tetap berada di negara itu sebagai penduduk sah, sementara separuh lainnya akan dimukimkan kembali di negara-negara Barat dengan bantuan PBB.

Para migran sangat gembira, tetapi tidak lama. Netanyahu membatalkan perjanjian secara tiba-tiba pada hari berikutnya, setelah mitra koalisi sayap kanannya menuntut agar semua orang Afrika dideportasi. Pemerintah menolak klaim bahwa orang Afrika adalah pengungsi, menggambarkan mereka sebagai migran ekonomi dan “penyusup.”

Sebagian besar migran tiba di Israel dari Eritrea dan Sudan yang dilanda perang selama dekade terakhir.

Teklit Michael, pencari suaka berusia 29 tahun dari Eritrea, mengatakan dia tidak tahu di mana dia bisa bekerja secara legal, dia tidak memiliki tempat permanen untuk hidup dan dia takut dideportasi atau dijebloskan ke penjara.

Sebagian orang Israel menyalahkan para migran atas meningkatnya kejahatan dan kemiskinan di Tel Aviv Selatan dan menuduh mereka mengancam budaya Yahudi.

Jadi pemerintah berusaha menghidupkan kembali rencana untuk mengirim mereka ke negara ketiga di Afrika, setelah Uganda mundur dari kesepakatan untuk menerima mereka karena tidak dapat menjamin keselamatan mereka.

Pengacara HAM Israel Avigdor Feldman mengatakan kebijakan pemerintah itu tidak dapat diterima secara hukum dan moral. Dia mengatakan mengirim orang ke negara-negara Afrika di mana nyawa mereka mungkin terancam adalah pelanggaran hukum internasional. Dia menambahkan bahwa Israel memiliki kewajiban etis untuk menawarkan suaka kepada orang Afrika itu, karena orang-orang Yahudi juga pernah menjadi pengungsi selama Holocaust berlangsung pada PD ke 2. [as/jm]

XS
SM
MD
LG