Para pejabat Italia, Minggu (26/8), mengizinkan sebanyak 150 migran turun dari kapal yang menyelamatkan mereka, setelah kapal itu berlabuh selama lima hari di pulau Sisilia.
Para migran itu, kebanyakan dari Eritrea, telah terlantar di pelabuhan Catania sejak Senin (20/8) lalu, karena pemerintah Italia melarang mereka turun dari kapal sampai negara-negara Uni Eropa lainnya setuju untuk menampung sebagian dari mereka.
Menteri Dalam Negeri Matteo Salvini dikutip kantor berita Reuters mengatakan, Albania telah menawarkan akan menerima 20 orang migran dan Irlandia antara 20-25 orang, sementara sisanya akan ditampung dan diurus sepenuhnya oleh Gereja Katolik Italia.
“Gereja Katolik telah membuka hati dan dompetnya,” kata Menteri Dalam Negeri Salvini, dari partai sayap kanan Liga kepada para pendukungnya di Kota Pinzolo, di Italia utara.
Salvini, yang memimpin penolakan terhadap imigran sejak pemerintah pimpinannya berkuasa pada Juni, juga mengumumkan bahwa ia sendiri sedang diselidiki oleh seorang jaksa Sisilia atas tuduhan menyalahgunakan jabatan, penculikan dan penahanan orang secara melanggar hukum.
“Diselidiki karena mempertahankan hak-hak warga Italia adalah suatu hal yang memalukan,” katanya.
Sabtu (25/8), PBB menyerukan kepada seluruh anggota Uni Eropa supaya menggunakan “akal sehat” setelah pertemuan para utusan dari 10 negara Uni Eropa tidak berhasil menerobos jalan buntu.
“Orang-orang yang ketakutan dan mungkin perlu perlindungan internasional seharusnya jangan jadi korban sengketa politik,” kata badan pengungsi PBB UNHCR dalam sebuah pernyataan.
PBB mendesak negara-negara Uni Eropa supaya menyediakan tempat penampungan bagi orang-orang yang diselamatkan dari laut itu, sesuai dengan perjanjian yang dicapai dalam pertemuan puncak Uni Eropa pada Juni. [ii]