Erika Martyniuk yang berusia dua puluh tahun hanya memiliki waktu lima hari bersama suaminya yang baru dinikahinya sebelum akhirnya sang suami tewas saat berperang melawan pasukan Rusia di Ukraina selatan.
Dia berhasil mengenali sisa-sisa tubuh Saveliy Fedan yang berusia 21 tahun, yang wajahnya rusak akibat luka fatal, melalui tatonya.
“Saat saya melihat foto jenazahnya di kamar mayat, saya merasa seperti sudah mati juga,” kata Erika kepada AFP di sebuah taman di Kyiv.
Kisah Erika bukanlah hal yang aneh di Ukraina, di mana anak-anak muda yang dipaksa menjadi janda akibat perang memulai masa dewasa mereka dengan berkabung.
Erika dan Saveliy bertemu di perkemahan musim panas saat mereka masih remaja.
Setelah berpisah, mereka berhubungan kembali beberapa tahun kemudian dan melangkah ke hubungan yang lebih serius pada Maret 2022, tak lama setelah perang dimulai.
Invasi tersebut mendorong mereka untuk melanjutkan hubungan tersebut ke jenjang pernikahan.
Erika mengaku takut kehilangan satu sama lain, sehingga akhirnya memutuskan untuk menikah dengan Saveliy sehari sebelum sang suami turun ke medan pertempuran pada Februari 2023.
“Impian utama kami,” katanya, “adalah memiliki setidaknya satu hari yang tenang ketika kami tidak memikirkan perang, tentang fakta bahwa kami akan bangun besok dan dia harus pergi lagi.”
Sang suami selamat dari pertempuran brutal Bakhmut, tetapi terbunuh pada akhir Agustus di wilayah selatan Zaporizhzhia.
Sejak itu, Erika berkata bahwa dia "tidak punya tujuan lagi, tidak punya impian lagi.”
Mengenakan tas tentara tua Saveliy di bahunya, dia dengan lembut meletakkan bendera Ukraina di kaki dinding peringatan yang dihiasi wajah tentara yang gugur.
Di kausnya tertulis tulisan: "Jadilah pejuang, hidup selamanya.”
Sakit untuk Waktu yang Lama
Erika mengatakan dia tidak tahan dengan keadaan yang relatif normal di Ibu Kota Ukraina, Kyiv, di mana penduduknya telah beradaptasi dengan sering terjadinya serangan udara.
“Orang-orang berjalan-jalan, tertawa, merencanakan pesta. Dan saya pergi ke pemakaman,” katanya.
Dia hanya bisa berhubungan dengan perempuan-perempuan lain yang juga kehilangan pasangannya.
"Mereka mengatakannya seperti ini: 'ini tidak akan mudah, kamu akan sedih untuk waktu yang sangat lama dan kamu tidak tahu harus berbuat apa'," katanya.
Jumlah janda muda di Ukraina sulit diperkirakan.
Kyiv belum mengungkapkan berapa banyak tentara yang tewas di garis depan.
Oksana Borkun, yang menciptakan komunitas online untuk perempuan yang kehilangan pasangan atau suaminya, menghitung bahwa persentase kelompok usia 18 hingga 24 tahun mencapai 7 persen dari 2.000 anggota grup Facebook-nya.
Dia mengatakan kepada AFP bahwa kerabat para janda muda sering kali meremehnkan kesedihan mereka sendiri ketika mencoba menghibur mereka.
“Mereka mengatakan hal-hal seperti: ‘kamu masih muda, kamu akan menemukan orang lain’, atau bahkan mendorong mereka untuk bertemu orang lain,” kata Borkun.
Para perempuan sering kali menutup diri sebagai tanggapan.
Dan mereka lebih berisiko tenggelam dalam “keputusasaan total” dibandingkan orang yang lebih tua, katanya.
"Perempuan yang lebih tua punya anak, tugas yang harus diselesaikan, pekerjaan. Sesuatu untuk dipegang... gadis-gadis muda benar-benar ambruk."
Segera Kembali
Sejak kehilangan suaminya, guru bahasa Inggris berusia 21 tahun Daryna Voyevodina mengatakan dia “berjuang untuk mempertahankan kontak sosial.”
Ia mengaku hanya merasa nyaman di sekolah tempatnya bekerja.
Di lengannya terdapat tato Stitch -- karakter ekstra-terestrial Disney, dan tanda panggilan mendiang suaminya, Igor.
Igor Voyevodin menjadi penembak jitu tak lama setelah invasi dimulai, meskipun keluarganya mencegah ia untuk ikut bertempur.
Mantan mahasiswa filologi Jepang itu meninggal pada 20 Agustus, kurang dari sebulan setelah menikah dengan Daryna.
“Aku terus berpikir dia hanya sibuk, dan dia akan segera kembali,” katanya, berusaha menyembunyikan tangannya yang gemetar.
“Perang ini merupakan pukulan besar bagi generasi kita,” tambahnya.
Dia bersumpah untuk mewujudkan impian mereka untuk mendapatkan rumah di tepi laut dan mobil yang bagus.
Namun masa depan tampak suram baginya.
“Setelah perang, kita akan menghadapi banyak masalah karena orang-orang terbaik dan paling termotivasi akan terbunuh,” katanya.
Erika mengatakan dia berharap bisa menyelamatkan nyawa sebagai paramedis tempur.
“Mungkin aku bisa menyelamatkan orang lain,” katanya.
Temannya yang berusia 22 tahun, Katya, datang menjemputnya dari wawancaranya dengan AFP.
Dua hari sebelumnya, tunangan Katya sendiri tewas dalam pertempuran.
Kedua gadis itu harus mempersiapkan pemakamannya keesokan harinya.
“Begitu banyak orang yang sekarat dan tidak ada perubahan,” kata Erika. "Berapa lama ini akan bertahan?" [ah/ft]
Forum