Tautan-tautan Akses

Jerman akan Cabut Larangan Iklan Aborsi


Seorang pengunjuk rasa mengangkat papan bertuliskan "Tubuhku pilihanku - hak untuk aborsi" selama demonstrasi menentang kekerasan terhadap perempuan yang disebut oleh organisasi hak perempuan "Terre des Femmes" di depan Gerbang Brandenburg di Berlin, pada
Seorang pengunjuk rasa mengangkat papan bertuliskan "Tubuhku pilihanku - hak untuk aborsi" selama demonstrasi menentang kekerasan terhadap perempuan yang disebut oleh organisasi hak perempuan "Terre des Femmes" di depan Gerbang Brandenburg di Berlin, pada

Menteri Kehakiman Jerman mengatakan ia akan mengajukan undang-undang bulan depan yang akan menghapus hukum pidana bagi dokter yang ”mengiklankan'' aborsi -- salah satu dari beberapa kebijakan sosial liberal yang direncanakan pemerintah baru.

Tiga partai yang membentuk pemerintahan Kanselir Olaf Scholz telah lama menentang aturan terkait iklan aborsi yang berlaku saat ini, tetapi aturan itu dipertahankan oleh partai konservatif pimpinan mantan Kanselir Angela Merkel, yang saat ini menjadi pihak oposisi.

Menteri Kehakiman Marco Buschmann mengatakan dalam komentarnya di surat kabar Funke yang terbit pada Rabu (22/12) bahwa ada reformasi besar-besaran pada kebijakan sosial. Ia mengatakan langkah pertama adalah menghapus sebuah paragraf dalam KUHP Jerman yang melarang iklan aborsi yang pelanggarnya bisa dikenai denda atau hukuman penjara hingga dua tahun.

Demonstran memprotes dengan plakat menentang larangan aborsi total saat demonstrasi di Berlin pada 7 November 2020. (Foto: AFP/Tobias Schwarz)
Demonstran memprotes dengan plakat menentang larangan aborsi total saat demonstrasi di Berlin pada 7 November 2020. (Foto: AFP/Tobias Schwarz)

Berdasarkan kesepakatan kompromi pada 2019, pemerintah Merkel membiarkan larangan itu secara resmi berlaku, tetapi mengizinkan dokter dan rumah sakit untuk mengatakan di situs web mereka bahwa mereka menyediakan layanan aborsi. Namun, mereka tidak diizinkan untuk memberikan informasi lebih rinci.

Buschmann mengatakan apa yang disebut paragraf 219a merupakan “risiko hukuman'' bagi dokter yang melakukan aborsi legal yang memberikan informasi faktual di internet, dan itu “tidak masuk akal''.

“Banyak perempuan kesulitan mencari informasi mengenai aborsi di internet,'' katanya. “Sayangnya, dokter yang secara profesional memiliki kualifikasi terbaik untuk memberi tahu mereka tidak boleh memberikan informasi itu di sana.''

Perubahan lain pada kebijakan sosial yang direncanakan oleh koalisi pemerintahan baru adalah menghapus undang-undang berusia 40 tahun yang mengharuskan orang transeksual untuk mendapatkan penilaian psikologis dan keputusan pengadilan sebelum secara resmi mengubah gender, sebuah proses yang sering kali melibatkan pertanyaan-pertanyaan intim.

Koalisi pemerintahan baru berjanji untuk menggantinya dengan undang-undang menentukan nasib sendiri. [ab/uh]

Recommended

XS
SM
MD
LG