Lembaga pemerhati anggaran Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyatakan rencana Presiden Jokowi membatalkan pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan merupakan langkah yang tepat.
Setelah menuai kritik akhirnya Presiden Joko Widodo melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyatakan akan membatalkan Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Presiden menganggap peraturan presiden (Perpres) itu tidak tepat diberlakukan saat ini.
Pembatalan ini disambut baik oleh FITRA. Manajer Advokasi Fitra, Apung Widadi, Senin (6/4) menilai alasan inflasi dan kenaikan harga mobil yang menjadi dalih pemerintah menaikan uang muka mobil untuk pejabat tidak logis karena kanaikan ini mencapai 85 persen dari Rp 116 juta menjadi Rp 210 juta.
Selain itu pemberian fasilitas uang muka mobil bagi pejabat negara merupakan pemborosan karena negara harus mengeluarkan dana sebesar Rp158,8 milliar untuk membiayai mobil 753 orang pejabat negara. Pejabat negara itu adalah anggota DPR, anggota DPD, Hakim Agung, Hakim Konstitusi, anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan anggota Komisi Yudisial.
Lebih lanjut Apung mempertanyakan pernyataan Presiden Jokowi yang menyatakan tidak sepenuhnya mengetahui perihal peraturan presiden tentang kenaikan uang muka pembelian mobil untuk pejabat, sebab kata Apung bagaimana bisa seorang Presiden tidak mengecek terlebih dahulu peraturan presiden yang ditandatanganinya.
Kebijakan menaikan uang muka pembelian mobil untuk pejabat kata Apung juga sangat tidak tepat di mana masyarakat sedang kesusahan karena pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) maupun elpiji.
"Kalau itu kemudian dibelanjakan untuk beli mobil Rp 210 juta itu kan kategori mobil mewah di atas Rp 1 milliar. Sisanya, untuk mencicil setiap bulan uang darimana?, sementara gaji mereka biasanya habis untuk keperluan yang lain. Selain itu uang seperti itu sulit dipertanggungjawabkan sehingga rawan korupsi," papar Apung.
Apung Widadi juga mempertanyakan pernyataan Presiden Jokowi yang mengungkapkan tidak sepenuhnya mengetahui soal peraturan presiden tentang kenaikan uang muka pembelian mobil untuk pejabat. Hal ini menyisakan tanda tanya sebab bagaimana bisa seorang Presiden melewatkan suatu perpres yang ditandatanganinya tanpa mengeceknya lebih dulu.
Ini kata Apung menunjukkan ada masalah dalam koordinasi dan mekanisme penentuan anggaran di lingkungan istana.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku tidak tahu mengenai penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Pembelian Kendaraan bagi Pejabat Negara.
Menurut JK, pemerintah akan meninjau ulang kenaikan tunjangan uang muka kendaraan bagi pejabat tersebut. Jika selesai ditinjau ulang, kata Kalla, Presiden kemungkinan akan menerbitkan perpres baru.
"Semuanya harus diperbaiki, sistem di menteri, sistem pengawasan di kantor Presiden pasti akan lebih ditingkatkan," demikian Jusuf Kalla.