Meski enggan mengomentari putusan Mahkamah Agung MA yang menolak permohonan peninjauan kembali atau PK yang diajukan Baiq Nuril Maknun, Presiden Joko Widodo berjanji akan menggunakan kewenangannya apabila Baiq Nuril mengajukan grasi atau memohon amnesti.
“Nanti kalau sudah masuk ke saya, menjadi wilayah kewenangan saya, ya akan saya gunakan kewenangan yang saya miliki,” ujar Presiden ketika ditanya wartawan di Bandara Sam Ratulangi, Manado, Jumat sore (5/7) sebelum kembali ke Jakarta.
Sebelumnya presiden berulangkali meminta semua pihak menghormati putusan MA yang menyatakan putusan hukuman terhadap Baiq Nuril tetap berlaku. Tetapi Jokowi juga menambahkan bahwa ia memberi perhatian penuh pada kasus itu. “Perhatian saya sejak awal kasus ini tidak berkurang. Tetapi sekali lagi, kita harus menghormati putusan yang sudah dilakukan oleh Mahkamah.”
Untuk menindaklanjuti putusan MA itu, Presiden mengatakan “akan bicara dulu dengan Menteri Hukum & HAM, biasanya juga dengan Jaksa Agung dan Menkopolhukam. Untuk menentukan apakah amnesti, apakah yang lain,” tegasnya.
Baiq Nuril dijerat UU No. 11/2008 tentang Informasi & Transaksi Elektronik ITE dengan ancaman hukuman penjara dan denda, karena merekam dan dituduh menyebarluaskan telpon bernada pelecehan seksual dari kepala sekolah di mana ia mengajar pada tahun 2012.
Merasa dirinya menjadi korban, Baiq Nuril mengajukan banding atas putusannya di pengadilan, hingga bergulir ke Mahkamah Agung yang pada 28 September 2018 mengeluarkan putusan kasasi yang menghukum Baiq Nuril enam bulan penjara dan denda 500 juta rupiah subsider tiga bulan penjara. Permohonan peninjauan kembali PK yang diajukannya juga ditolak MA Jumat ini (5/7).
Baiq Nuril Kecewa, Tapi Tegar Hadapi Putusan MA
Diwawancarai VOA melalui telpon, pengacara Baiq Nuril, Joko Jumadi, mengatakan “Ibu Nuril kecewa (dengan putusan MA) namun tegar menghadapi.” Ditambahkannya, “beliau sangat berharap presiden bisa memberikan amnesti.”
Koalisi Masyarakat Sipil “Save Ibu Nuril” Desak Presiden Beri Amnesti
Beberapa jam setelah putusan itu diumumkan, Koalisi Masyarakat Sipil “Save Ibu Nuril” – yang terdiri dari belasan LSM – menggelar konferensi pers di Jakarta. Koalisi itu penolakan perkara PK akan semakin mempersulit upaya mendorong korban kekerasan seksual untuk berani menyuarakan pengalaman kekerasan yang dialami dan mendesak Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.
Koalisi Masyarakat Sipil “Save Ibu Nuril” ini sejak awal lantang membelanya dengan berbagai aksi demonstrasi, memberi dukungan pada setiap langkah hukum dan bahkan mengumpulkan koin untuk membayar denda 500 juta rupiah yang dijatuhkan kepadanya agar terhindar dari hukuman penjara subsider.
Baiq Nuril, korban pelecehan kekerasan seksual yang divonis bersalah melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), hingga Rabu malam (14/11) masih sangat terkejut dengan putusan kasasi Mahkamah Agung. “Ia masih shock, apalagi orang tuanya jatuh sakit setelah mendengar kabar putusan kasasi ..."
Koalisi Nilai MA Gagal Pertimbangkan Kasus Baiq Nuril
Koalisi ini menilai MA seharusnya dapat “lebih cermat dan berperspektif” dalam menilai kasus Baiq Nuril, terlebih mengingat MA juga telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. PERMA ini, tambah koalisi tersebut, menegaskan bahwa dalam pemeriksaan perkara, hakim diminta mempertimbangkan beberapa aspek kesetaraan gender dan non diskriminasi dalam proses identifikasi fakta persidangan. MA dinilai gagal mempertimbangkan hal ini.
Untuk itu Koalisi Masyarakat Sipil “Save Ibu Nuril” menyerukan kepada Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril, yang dinilai merupakan harapan terakhir agar perempuan Mataram itu agar tidak dipenjara dan dipisahkan dari keluarganya karena keberaniannya melawan pelaku kekerasan seksual terhadapnya.
Lebih dari 241.331 warga Indonesia juga telah menandatangani petisi “Amnesti Untuk Nuril : Jangan Penjarakan Korban!” yang beredar luas di media sosial.
Koalisi itu juga mempertanyakan janji DPR yang akan membentuk tim eksaminasi perkara ini untuk melihat apakah kasus ini layak atau tidak untuk diadili dan diproses. “DPR dapat ikut memberikan dorongan kepada presiden untuk memberikan amnesti kepada Ibu Nuril,” demikian pernyataan pers koalisi yang diterima VOA. [em]