Tautan-tautan Akses

Jumlah Madrasah Meningkat di Bawah Pemerintahan Taliban Seiring Lesunya Pendidikan Sekuler


Sejumlah siswa laki-laki membaca Al-Qur'an di sebuah madrasah di Kabul, Afghanistan, pada 18 April 2021. (Foto: Reuters/Omar Sobhani)
Sejumlah siswa laki-laki membaca Al-Qur'an di sebuah madrasah di Kabul, Afghanistan, pada 18 April 2021. (Foto: Reuters/Omar Sobhani)

Jumlah madrasah atau sekolah keagamaan meningkat empat kali lipat di bawah pemerintahan Taliban di Afganistan seiring dengan kecemasan para pakar bahwa peningkatan tersebut dapat memicu ekstremisme di negara itu dan membatasi peluang bagi generasi muda Afghanistan, khususnya anak-anak perempuan.

“Tahun lalu, setidaknya 1 juta anak terdaftar di madrasah untuk pendidikan agama,” kata Karamatullah Akhundzada, wakil menteri pendidikan, dalam konferensi pers pada September.

Jumlah siswa pada pendaftaran baru tahun ini tercatat mencapai 3,6 juta di lebih dari 21.000 madrasah yang terdaftar di negara itu.

Pergeseran itu menandai perubahan dalam bidang pendidikan di Afghanistan, di mana jumlah madrasah kini melampaui 18.000 sekolah negeri dan swasta.

Jennifer Brick Murtazashvili, direktur pendiri Center for Governance and Markets di University of Pittsburgh mengatakan kepada VOA, peningkatan jumlah madrasah adalah bagian dari upaya Taliban untuk membangun kendali.

“Penting untuk melihat madrasah sejalan dengan pemerintahan lokal. Di bawah republik (bekas pemerintah Afghanistan), tidak ada pemerintahan desa yang resmi, namun Taliban menggantikannya dengan para pemimpin agama yang kini memegang kekuasaan lokal,” kata Murtazashvili.

Sebelum Taliban merebut kekuasaan pada tahun 2021, terdapat sekitar 5.000 madrasah yang terdaftar di seluruh Afghanistan.

Setelah Taliban kembali berkuasa, mereka bermaksud mengubah sistem pendidikan.

Para pejabat di Kementerian Pendidikan Taliban mengatakan, mereka telah mengambil langkah-langkah untuk "mengubah dan merombak" buku pelajaran dan kurikulum di sekolah-sekolah dalam tiga tahun terakhir.

Sejumlah siwa perempuan menghadiri pembelajaran di sebuah sekolah di Kabul, Afghanistan, pada 25 Maret 2023. (Foto: AP/Ebrahim Noroozi)
Sejumlah siwa perempuan menghadiri pembelajaran di sebuah sekolah di Kabul, Afghanistan, pada 25 Maret 2023. (Foto: AP/Ebrahim Noroozi)

Sebelum pemerintahan Taliban, lebih dari 9 juta siswa terdaftar di semua jenis sekolah, dan 39% di antaranya adalah anak perempuan.

Setelah Taliban kembali berkuasa, kelompok itu menerapkan larangan pendidikan menengah bagi anak Perempuan. Hal itu menjadikan Afghanistan sebagai satu-satunya negara di dunia yang melarang anak perempuan bersekolah di tingkat sekolah menengah.

Larangan Taliban terhadap pendidikan menengah membuat sekitar 1,5 juta anak perempuan tidak bisa bersekolah.

Murtazashvili melihat larangan tersebut sebagai tanda jelas ekstremisme.

"Dengan merampas hak pendidikan dari anak perempuan, mereka merampok masa depan negara tersebut," ujar Murtazashvili, seraya menambahkan "Anda tidak akan memiliki perawat dan dokter perempuan. Anda akan melihat angka kematian meningkat."

Seorang anak perempuan, yang berbicara kepada VOA dengan kondisi anonim, mengatakan ia berada di kelas 11 saat Taliban kembali berkuasa pada 2021. Lalu Taliban melarang anak perempuan untuk menempuh pendidikan menengah.

Ia mengatakan ia mendaftar di sebuah madrasah di Kota Herat, berharap untuk dapat melanjutkan pendidikannya, namun malah mendapat "kekecewaan."

"Awalnya, saya berpikir dapat belajar dan klembali bertemu dengan teman-teman, namun itu lebih seperti cuci otak," ujarnya. "Mereka terus mengatakan kepada kami bahwa pendidikan bukanlah untuk kami [anak perempuan]. Kami harus menjadi ibu rumah tangga yang baik dan melahirkan para pemimpin Islam di masa depan."

Setelah tiga bulan, ia akhirnya memilih keluar karena "kecewa dengan dengan lingkungan yang terbatas." [ps/uh/rs]

Forum

XS
SM
MD
LG