Sampah dari jutaan orang menumpuk di daerah yang dijuluki “Kota Sampah” Kairo. Gang-gang sempit penuh dengan plastik, besi dan kayu, barang-barang saja yang bisa dijual kembali oleh penduduk distrik ini untuk bertahan hidup. Kawasan kumuh itu, di pinggiran timur Kairo adalah tempat tinggal komunitas besar Kristen Koptik, kaum pemulung (zabaleen) dan di atas kemelaratan adalah bukti kekuatan iman mereka.
Bagi kalangan Kristen, Mesir adalah tanah yang dianggap suci karena menjadi tempat berlindung Yesus semasa bayi dan keluarganya. Tetapi Mesir sudah lama didiami kalangan Islam, sebuah fakta yang menurut, Medhat Saad, seorang warga Kristen Koptik cepat dikemukakan kalangan Muslim.
Ia mengatakan, “Sudah pasti memang ada diskriminasi terhadap warga Kristen. Kami tidak mendapatkan hak-hak yang sama dengan orang lain di negara ini. Mereka melihat kami orang Kristen seolah-olah kami bukan manusia.”
Diskriminasi dilembagakan di bawah pemerintahan lama, pembangunan gereja dibatasi, tapi ini tidak mengurungkan anak muda Koptik ini dalam mengungkapkan kebanggaannya.
Pemerintah militer saat ini tidak lebih baik dari yang sebelumnya. Mereka menumpas aksi protes warga Koptik pada bulan Maret lalu, dalam sebuah tindak kekerasan pada malam hari yang menewaskan 25 orang. Sekarang, kata beberapa warga Kristen, situasinya bertambah buruk. Pemilu yang dimulai pekan ini diperkirakan menguntungkan partai-partai Islam termasuk kelompok Salafi puritan.
Lebih lanjut Medhat mengatakan, “Kalau kelompok Salafis yang berkuasa, dampaknya akan lebih besar terhadap kalangan Koptik, jadi kalau seorang perempuan berjalan tanpa jilbab dia bisa dibunuh meskipun dia berjalan dengan suaminya. “
Tapi, ketakutan yang meluas itu belum tentu benar. Analis politik Rania elMalki adalah diantara yang percaya Islam fundamentalis bukan sesuatu yang alami di Mesir.
“Saya tahu banyak orang, bahkan orang Islam yang menjalankan agamanya dengan secara sungguh-sungguh, tidak ingin penafsiran Islam semacam ini terlalu banyak diwakili parlemen. Menurut saya pada umumnya warga Mesir lebih condong ke penafsiran Islam yang moderat atau moderat saja keterlibatan Islam dalam kehidupan politik," ujar Rania.
Tetapi, bahkan jika pandangan ekstrimis yang menang, sebagian orang di daerah Kota Sampah mengatakan mereka akan tetap tinggal di sana.
“Kami di sini, orang-orang termiskin di Kairo, Kami pemulung sampah, tetapi kami tinggal di bukit keimanan," ujar Abed Al Karim, warga Koptik lainnya.