Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian mengatakan Senin (19/12) bahwa ia telah menginstruksikan jajarannya untuk menindak tegas organisasi masyarakat yang melakukan razia dengan kekerasan.
Pernyataan Kapolri ini menanggapi adanya tindakan ormas yang mendatangi pusat perbelanjaan dalam rangka 'sosialisasi' fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai hukum penggunaan Atribut Keagamaan Non-Muslim di mal-mal dan pusat perbelanjaan, terutama atribut Natal.
Tito mengatakan fatwa itu dikhawatirkan menjadi dasar untuk melakukan sweeping atau razia.
"Berawal dari fatwa kan. Fatwa MUI, yang di antaranya tidak boleh menggunakan atribut Natal. Ada juga yang menggunakan bahasa yang agak sensitif gitu ya, sehingga ini dijadikan dasar oleh beberapa ormas untuk melakukan kegiatan sweeping sosialisasi ke mal dan pertokoan lain," ujarnya.
"Menghadapi situasi ini saya sudah perintahkan kepada jajaran saya, kalau ada sweeping yang menggunaan cara-cara anarkis..tangkap .. tangkap dan proses," katanya, seusai acara diskusi di kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Jakarta Timur, Senin (19/12),
Tito memastikan pihaknya akan berkoordinasi dengan MUI untuk membicarakan fatwa yang dikeluarkan agar tetap mengedepankan nilai-nilai kebinekaan.
MUI beberapa waktu lalu mengeluarkan fatwa yang menyatakan agar tidak ada pemaksaan terhadap seseorang untuk menggunakan atribut Natal.
Ketua Majelis Ulama Indonesia Maruf Amin menjelaskan, fatwa ini ditujukan kepada pimpinan perusahaan pusat pertokoan atau perbelanjaan.
"Seruan supaya tidak memaksa karyawan-karyawan yang bukan beragama Nasrani untuk menggunakan atribut yang tidak sejalan dengan agamanya. Jadi cara-cara untuk memaksa orang menggunakan atribut Natal itu terhadap yang bukan Nasrani tidak dilakukan. Itu sudah ada seruan Majelis Ulama Indonesia," ujarnya.
Maruf mengatakan tidak perlu ada razia menyikapi fatwa MUI itu. Ia mengatakan hanya perlu kesadaran dari pihak perusahaan atau pihak keamanan untuk mengaplikasikan fatwa tersebut dalam kegiatan sehari-hari.
"Tidak perlulah ormas-ormas Islam itu melakukan sweeping. Serahkan saja kepada pihak kepolisian. Ini untuk menghindari pemahaman yang tidak sejalan. Kita harapkan polisi ambil peran dalam rangka menjaga. Kita serahkan kepada polisi saja," katanya.
Beberapa kepolisian daerah sudah mengeluarkan surat edaran terkait fatwa MUI itu. Polres Metro Bekasi Kota telah mengeluarkan Surat Edaran tanggal 15 Desember 2016 perihal imbauan keamanan. Surat yang ditandatangani Kapolres itu sebetulnya merupakan penjabaran dari Fatwa MUI No. 56/2016 tentang hukum menggunakan atribut non-Muslim bagi Muslim.
Sementara itu, Polres Kulon Progo DIY juga mengeluarkan surat edaran yang sama dan ditujukan kepada para pemimpin perusahaan. Dalam surat itu ditulis untuk mencegah timbulnya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat yang bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Dalam surat itu polisi mengimbau agar pemimpin perusahaan menjamin hak beragama umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya dan tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan non-Muslim kepada pegawai.
Di Surabaya, Kapolrestabes Surabaya Kombes M Iqbal ikut mengawal aksi Front Pembela Islam (FPI) Jawa Timur ke mal-mal dan tempat perbelanjaan di Kota Pahlawan, Minggu (18/12/2016). Iqbal mengatakan aksi yang dilakukan FPI bukanlah razia.
Massa FPI sendiri menggelar pawai guna mensosialisasikan fatwa MUI No 56/2016 tentang Hukum Penggunaan Atribut Keagamaan Non-Muslim di mal-mal dan pusat perbelanjaan, terutama atribut Natal.