BANGKOK —
Survei yang dilakukan the University of the Thai Chamber of Commerce mendapati bahwa lebih dari 90 persen buruh yang berpendapatan kurang dari 500 dolar per bulan mengalami peningkatan utang, yang kerap kali dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Beberapa ekonom universitas itu mengatakan tingkat utang yang terpaksa dilakukan oleh para buruh di luar sistem perbankan merupakan tingkat tertinggi dalam enam tahun ini. Survei itu melaporkan bahwa utang rumah tangga di Thailand kini melebihi 80% dari total pendapatan nasional Thailand, dibanding tahun 2008 yang hanya melebihi 50%.
Ekonom senior Bank Pembangunan Asia di Thailand, Luxmon Attapich mengatakan, tingginya tingkat utang itu mempengaruhi konsumsi dan melemahkan pertumbuhan ekonomi.
“Akibat tingginya utang ini, rumah tangga di Thailand harus membayar utang dan sebagian pendapatan mereka tidak bisa digunakan untuk konsumsi. Jika anda melihat tingkat “non performing loans” atau NPL bagi utang rumah tangga maka kita bisa melihat adanya sedikit kenaikan. Ini berarti rumah tangga yang membayar utang. Tetapi hal ini akan menimbulkan dampak pada tingkat konsumsi rumah tangga tahun 2014 sebagaimana yang telah terjadi pada tahun 2013,” kata Attapich.
Yang mengkhawatirkan buruh Thailand ini mencakup hilangnya pekerjaan, tingginya biaya hidup dan terus berlanjutnya ketidakpastian politik yang menyebabkan sejumlah investor asing menahan diri untuk tidak melakukan investasi. Beberapa ekonom mengatakan perlambatan ekonomi Thailand yang diperkirakan hanya akan meningkat di kurang dari 3% tahun ini akan memicu sekitar 600 ribu pengangguran, yang merupakan jumlah tertinggi dalam sepuluh tahun ini.
Chris Baker – penulis dan komentator bisnis Thailand – mengatakan perlambatan ekonomi ini mendorong kedua pihak yang terlibat perselisihan politik untuk berunding.
“Langkah-langkah sementara pada seluruh pihak bulan lalu mendorong perundingan yang telah tertunda-tunda oleh masyarakat bisnis yang jelas khawatir oleh tanda-tanda yang terjadi pada kwartal pertama, dan prospek bahwa hal itu akan semakin memburuk. Jadi saya kira – ya – ekonomi menjadi sangat penting,” ungkap Baker.
Bank sentral Thailand mengatakan berlanjutnya ketidakpastian politik ikut mendorong anjloknya konsumsi domestik, investasi dan pariwisata dengan tingkat negatif selama dua bulan pertama tahun 2014 ini.
Badan pemeringkatan internasional – Moody’s Investor Services baru-baru ini mengingatkan bahwa terus berlanjutnya atau meningkatnya gejolak politik akan semakin memperlemah tingkat utang Thailand, yang diterjemahkan menjadi semakin tingginya tingkat suku bunga pinjaman pemerintah.
Beberapa ekonom universitas itu mengatakan tingkat utang yang terpaksa dilakukan oleh para buruh di luar sistem perbankan merupakan tingkat tertinggi dalam enam tahun ini. Survei itu melaporkan bahwa utang rumah tangga di Thailand kini melebihi 80% dari total pendapatan nasional Thailand, dibanding tahun 2008 yang hanya melebihi 50%.
Ekonom senior Bank Pembangunan Asia di Thailand, Luxmon Attapich mengatakan, tingginya tingkat utang itu mempengaruhi konsumsi dan melemahkan pertumbuhan ekonomi.
“Akibat tingginya utang ini, rumah tangga di Thailand harus membayar utang dan sebagian pendapatan mereka tidak bisa digunakan untuk konsumsi. Jika anda melihat tingkat “non performing loans” atau NPL bagi utang rumah tangga maka kita bisa melihat adanya sedikit kenaikan. Ini berarti rumah tangga yang membayar utang. Tetapi hal ini akan menimbulkan dampak pada tingkat konsumsi rumah tangga tahun 2014 sebagaimana yang telah terjadi pada tahun 2013,” kata Attapich.
Yang mengkhawatirkan buruh Thailand ini mencakup hilangnya pekerjaan, tingginya biaya hidup dan terus berlanjutnya ketidakpastian politik yang menyebabkan sejumlah investor asing menahan diri untuk tidak melakukan investasi. Beberapa ekonom mengatakan perlambatan ekonomi Thailand yang diperkirakan hanya akan meningkat di kurang dari 3% tahun ini akan memicu sekitar 600 ribu pengangguran, yang merupakan jumlah tertinggi dalam sepuluh tahun ini.
Chris Baker – penulis dan komentator bisnis Thailand – mengatakan perlambatan ekonomi ini mendorong kedua pihak yang terlibat perselisihan politik untuk berunding.
“Langkah-langkah sementara pada seluruh pihak bulan lalu mendorong perundingan yang telah tertunda-tunda oleh masyarakat bisnis yang jelas khawatir oleh tanda-tanda yang terjadi pada kwartal pertama, dan prospek bahwa hal itu akan semakin memburuk. Jadi saya kira – ya – ekonomi menjadi sangat penting,” ungkap Baker.
Bank sentral Thailand mengatakan berlanjutnya ketidakpastian politik ikut mendorong anjloknya konsumsi domestik, investasi dan pariwisata dengan tingkat negatif selama dua bulan pertama tahun 2014 ini.
Badan pemeringkatan internasional – Moody’s Investor Services baru-baru ini mengingatkan bahwa terus berlanjutnya atau meningkatnya gejolak politik akan semakin memperlemah tingkat utang Thailand, yang diterjemahkan menjadi semakin tingginya tingkat suku bunga pinjaman pemerintah.