Badan pengungsi PBB menjelaskan pengungsi itu putus asa, lelah dan membutuhkan bantuan segera. Juru bicara UNHCR William Spindler mengatakan ribuan orang, terutama perempuan dan anak-anak, telah melarikan diri melalui medan yang sulit untuk menghindari kekerasan di Republik Afrika Tengah.
Dia mengemukakan para pengungsi itu telah tiba di desa terpencil Kanzawi di provinsi Bas-Uele, Kongo bagian utara, yang dibanjiri puluhan ribu pengungsi dari serentetan pertempuran sebelumnya.
"Para pengungsi itu dilaporkan melarikan diri pertempuran antara dua kelompok Anti-Balaka di daerah Kouango, di seberang perbatasan. Ini adalah yang terbaru dari serentetan gerakan pengungsi ke wilayah utara Republik Demokratik Kongo. Dalam waktu kurang dari setahun, jumlah pengungsi Republik Afrika Tengah di Kongo telah bertambah dari sekitar 102.000 menjadi lebih dari 182.000, tidak termasuk pendatang terakhir," jelas Spindler.
Pada bulan Desember 2012, Seleka, koalisi yang anggotanya sebagian besar Muslim, menggulingkan pemerintah Republik Afrika Tengah. Anti-Balaka, yang terdiri dari orang Kristen dan animis, dibentuk untuk melawan kebrutalan Seleka.
Badan-badan PBB melaporkan perang saudara di Republik Afrika Tengah telah menyebabkan hampir 700.000 orang kehilangan tempat tinggal dan menyebabkan hampir satu setengah juta orang mengungsi ke negara-negara tetangga. Menurut Spindler, eksodus saat ini menambah beban pengungsi yang sudah berat.
"Kami khususnya sangat khawatir dengan situasi orang tua, perempuan hamil dan orang berkebutuhan khusus. Hanya ada satu sumber air di desa Kanzawi, sehingga orang terpaksa minum air sungai. Sebagian besar pengungsi tidur di tempat terbuka, yang lain di bangunan umum," tambahnya.
Spindler mengatakan orang-orang ini sangat membutuhkan dukungan yang paling mendasar. Sayangnya, kemampuan UNHCR untuk memberikan bantuan darurat sangat terbatas karena hanya menerima 16 persen uang yang dibutuhkan untuk melayani kebutuhan para pengungsi di Kongo. [as/jm]