Enam kelompok hak asasi manusia meminta Mahkamah Agung Israel untuk membatasi atau melarang penggunaan peluru tajam, setelah 39 warga Palestina tewas dan 1.600 lebih luka-luka dalam protes mingguan di perbatasan selama sebulan terakhir.
Penggunaan peluru tajam oleh militer Israel terhadap demonstran Palestina di perbatasan Gaza menghadapi gugatan hukumnya yang pertama di hadapan Mahkamah Agung.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan aturan mengenai pelaksanaan penegakan hukum berlaku, di mana petugas hanya menggunakan kekuatan mematikan jika nyawa mereka sendiri dalam bahaya.
Mereka mengatakan penggunaan kekuatan militer yang mematikan terhadap demonstran yang tidak bersenjata melanggar hukum.
Pengacara Michael Sfard yang mewakili organisasi HAM Yesh Din, Gisha dan Acri hari Senin mengatakan "penggunaan kekuatan mematikan terhadap warga sipil yang tidak mengancam nyawa atau cedera serius tidak bisa diterima."
Sementara itu, mantan Duta Besar Israel untuk Amerika kepada wartawan hari Senin mengatakan orang-orang yang ditembak itu merupakan ancaman di perbatasan.
Militer Israel berpendapat bahwa demonstrasi perbatasan adalah bagian dari konflik berkepanjangan dengan Hamas yang berkuasa di Gaza, yang dianggapnya sebagai kelompok teror. Israel mengatakan yang berlaku di perbatasan itu adalah aturan dalam konflik bersenjata. [my/ii]