Tautan-tautan Akses

Kembali Bekerja dari Kantor Jadi Pilihan Para Pekerja di AS


Kantor tempat Andini Erwidodo bekerja di New York tampak lengang karena sebagian besar karyawan memilih bekerja di rumah. (Foto: Andini Erwidodo/pribadi)
Kantor tempat Andini Erwidodo bekerja di New York tampak lengang karena sebagian besar karyawan memilih bekerja di rumah. (Foto: Andini Erwidodo/pribadi)

Banyak negara bagian di AS kembali memperketat pedoman Kesehatan seiring dengan peningkatan angka kasus Covid-19. Namun, tuntutan ekonomi dan produktivitas serta harapan ketersediaan vaksin di akhir tahun, sebagian perusahaan memberanikan untuk membolehkan pegawai mereka kembali bekerja di kantor.

Sulit disangkal bahwa produktivitas kerja dan kerja sama interpersonal jauh lebih tinggi ketika pekerjaan dilakukan langsung di kantor. Namun, pandemi virus corona memaksa hampir semua pekerja non-esensial untuk bekerja dari rumah, atau dikenal dengan istilah 'work from home.'

Menurut laporan Deloitte, sebuah perusahaan konsultan terkemuka dari Inggris untuk berbagai layanan profesional terkait dunia perkantoran, diperkirakan sebanyak 2,7 milliar pekerja kantor di seluruh dunia terkena dampak pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akibat pandemi Covid-19. Artinya, empat dari lima pegawai kantoran terpaksa harus bekerja dari rumah.

Namun, setelah menjalani PSBB, yang sebentar lagi akan memasuki bulan kesembilan, banyak kantor yang mulai memberanikan diri untuk menawarkan pilihan bagi para pegawai mereka untuk kembali bekerja di kantor. Proses ini di Amerika dikenal dengan istilah ‘staggering back to work’ atau usaha untuk mengembalikan pekerja supaya dapat bekerja dari kantor secara bertahap dengan berbagai ketentuan.

Andini Erwidodo di kantornya yang tampak lengang di New York. (Foto: Andini Erwidodo/pribadi)
Andini Erwidodo di kantornya yang tampak lengang di New York. (Foto: Andini Erwidodo/pribadi)

Andini Erwidodo yang bekerja pada sebuah agen pemasaran di Kota New York dan sebagian besar pekerjaannya bergerak di bidang kreasi dan event production, mengatakan sebelum pandemi, kantornya memiliki 29 karyawan. Namun, setelah kota New York memberlakukan lockdown, hampir semua karyawan terpaksa cuti tanpa tanggungan. Hanya enam orang yang bekerja daring dari rumah di perusahaan

Kini, ujar Andini, perusahaannya mulai menawarkan pilihan untuk kembali bekerja dari kantor. Perusahannya hanya menyisakan setengah dari jumlah karyawan pada awal, yaitu 14 orang. Itupun sebagian masih memilih untuk bekerja dari rumah demi keamanan.

Hadiah dan Sanksi di Pilkada Solo
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:57 0:00

Nggak semua di kantor kan. Otomatis, jadi biasanya sehari itu paling mungkin tujuh sampai sepuluh kalau lagi sibuk,” kata Andini

Ditambahkannya, kantornya tetap ingin membatasi jumlah orang yang berada di kantordalam waktu bersamaan. Sehingga mereka hanya ditawarkan kembali masuk kantor, tetapi tidak diharuskan.

Ruang kerja di kantor tempat Andini bekerja di New York menerapkan jaga jarak aman dengan hanya satu karyawan lain. (Foto: Andini Erwidodo/pribadi)
Ruang kerja di kantor tempat Andini bekerja di New York menerapkan jaga jarak aman dengan hanya satu karyawan lain. (Foto: Andini Erwidodo/pribadi)

Dengan penawaran itu pun, kata Andini, belum pernah kesepuluh karyawan yang tersisa datang bersamaan ke kantor.

“Kalau saya di kantor paling cuma sampai tujuh orang,” ujarnya.

Selain membatasi jumlah orang yang berada di dalam kantor, berbagai pedoman kesehatan yang sudah diberlakukan sejak Maret lalu juga diperketat kembali. Antara lain, mengenakan masker, menyediakan penyanitasi tangan di setiap ruangan, mengatur tempat duduk dan ruang bekerja agar saling berjauhan dengan ventilasi yang baik.

Tidak hanya itu, ada juga larangan untuk menggunakan ruang bersama, seperti dapur, lemari es dan oven microwave yang biasa digunakan bersama.

Hal ini juga dialami oleh Ari Suryanto, pegawai sebuah perusahaan arsitektur dan pengembangan properti di Virginia yang memperkerjakan 400 karyawan Menurutnya izin untuk bekerja kembali di kantor harus dengan sepengetahuan pimpinan departemen. Itupun dalam jumlah kecil.

"Untuk departemen saya dengan jumlah 25 orang, dengan 20 persen kira-kira 5 orang yang boleh bekerja dalam satu hari. Dan memang gak banyak juga yang mau work di kantor. Masih banyak orang yang masih ragu dengan kerja di kantor,” ujar Ari.

Ari Suyanto di ruang kerja yang sepi di kantornya di Virginia. (Foto: Ari Suyanto/pribadi)
Ari Suyanto di ruang kerja yang sepi di kantornya di Virginia. (Foto: Ari Suyanto/pribadi)

Sebelum mengajak pekerja kembali masuk ke kantor, perusahaan tempat Ari bekerja mengeluarkan survei untuk melihat kesediaan pekerja dan dukungan yang dibutuhkan. Perusahaan juga memperhatikan dengan seksama pedoman yang dikeluarkan pemerintah lokal setempat.

“Dan frekuensinya juga dibatasi ya. Jadi dari kantor itu mereka buat peraturan kita bekerja cuma bisa maksimum dua hari dalam satu minggu," paparnya.

Baik Ari maupun Andini tidak merasakan adanya perubahan dalam produktivitas kerja mereka setelah sekian lama bekerja secara virtual dari rumah. Keduanya bekerja pada kantor yang mendukung pegawainya dengan berbagai sarana agar dapat menjaga kesinambungan kinerja ketika berada di luar kantor sekalipun.

Namun keduanya mengakui bahwa tetap ada hal-hal tertentu ketika bekerja di kantor yang tak tergantikan dengan bekerja di rumah. [aa/em]

XS
SM
MD
LG