Kementerian Agama (Kemenag) Kota Medan menampik video di media sosial yang merekam intimidasi dan penyerangan terhadap jemaat Filadelfia Gereja Bethel Indonesia (GBI) di Jalan Permai 3 Blok 8 Griya Martubung, Kelurahan Besar, Kecamatan Medan Labuhan, Minggu (13/1).
Kepala Kantor Kemenag Kota Medan, Al Ahyu mengatakan tidak ada penggerudukan apalagi penganiayaan. Aksi yang dilakukan sekelompok masyarakat Griya Martubung adalah bentuk protes terhadap keberadaan rumah tempat tinggal bukan gereja yang digunakan untuk kegiatan ibadah.
Protes tersebut dilakukan karena pihak jemaat GBI Filadelfia Griya Martubung belum memiliki ijin pendirian rumah ibadah atau pemanfaatan bangunan gedung sebagai tempat ibadah, sesuai dengan diktum Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 tahun 2006.
"Informasi kami terima bahwa kekecewaan masyarakat, sehingga terjadi aksi ini karena jemaat GBI Filadelfia tidak mematuhi kesepakatan yang telah dicapai. Bahwa kegiatan ibadah tidak dilakukan sebelum ada izin dari pihak yang berwenang. Sedangkan pendeta dan jemaat berjanji akan mengurus izin itu. Dalam pertemuaan beberapa waktu lalu diambil kesepakatan pihak jemaat diberi waktu hingga Desember 2018 selesai Natal untuk memperoleh izin," ujar Al Ahyu di Medan, Senin (14/1).
Lanjut Al Ahyu, izin untuk mengalihfungsikan bangunan rumah tinggal menjadi tempat ibadah belum diperoleh pihak jemaat GBI Filadelfia tapi masih berlangsung kegiatan-kegiatan ibadah. Hal tersebut yang diprotes masyarakat.
"Intinya tidak ada penyerangan dan penggerudukan. Hanya ada aksi protes. Di situ tidak ada gereja. Di situ hanya ada rumah tempat tinggal yang digunakan untuk kegiatan ibadah. Sepanjang persyaratan dipenuhi itu tidak ada masalah. Itu rumah tempat tinggal tapi dialihkan sebagai tempat ibadah. Itu yang tidak boleh. Kalau mendirikan rumah ibadah harus ada prosedurnya. Ini berlaku bukan hanya untuk gereja tapi semua rumah ibadah," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Camat Medan Labuhan, Arrahmaan Pane. Beredarnya informasi di media sosial yang memuat adanya penggerudukan gereja itu tidak benar. Masyarakat hanya meminta komitmen dari pihak GBI jemaat Filadelfia Griya Martubung sesuai hasil rapat tanggal 6 Desember 2018 yang menyepakati bahwa rumah yang dimanfaatkan sebagai tempat ibadah tersebut diberikan kesempatan hingga Desember 2018 untuk menyambut perayaan Natal dan Tahun Baru 2019.
"Perlu diluruskan di situ tidak ada gereja. Jadi yang berkembang di media sosial ini warga atau ormas menggeruduk gereja. Sementara yang hadir di situ masyarakat tidak ada ormas jadi ini banyak dipolitisir. Tidak ada gereja yang ada rumah dijadikan tempat ibadah," ungkap Arrahmaan.
Kemudian setelah terjadinya aksi protes itu kegiatan ibadah yang telah berlangsung selama dua bulan di rumah tersebut ditiadakan. Hal itu dilakukan usai salah satu perwakilan dari GBI Filadelfia Griya Martubung yakni pendeta Jans Fransman Saragih menandatangani surat perjanjian penghentian kegiatan di rumah yang dimaanfaatkan sebagai tempat ibadah sampai melengkapi dokumen sesuai dengan aturan berlaku.
"Sampai sekarang kondisinya tidak ada masalah. Kapolsek Medan Labuhan menyatakan untuk minggu depan diyakini tidak ada ibadah di rumah tersebut sampai menunggu diurus izinnya," ucap Arrahmaan.
Sementara itu, pendeta Jans Fransman Saragih menuturkan dalam kejadian yang menimpa jemaat GBI Filadelfia Griya Martubung, Minggu (13/1) pada saat sedang beribadah, tidak ada kekerasan fisik yang diterima. Namun mereka mendapat tekanan berupa kalimat-kalimat intimidasi.
"Tidak ada, tapi kalimat lebih dari perbuatan secara fisik. Begitu intimidasinya," ungkapnya.
Kini jemaat GBI Filadelfia Griya Martubung akan beribadah di lokasi lain sembari menunggu terpenuhinya kelengkapan dokumen legal pemanfaatan bangunan gedung sebagai tempat ibadah.
"Untuk sementara dipindah tempat ibadah ke lokasi lain menurut perjanjian itu. Saya heran kenapa di tempat saya tinggal sudah 8 tahun tidak boleh ada kebebasan untuk beribadah. Padahal tidak ada mengganggu," pungkas Jans. [aa/em]