Dengan keputusan pengadilan hari Selasa (12/7) yang dinilai memenangkan Filipina, pakar mengatakan, baik China maupun Amerika akan mengintensifkan manuver diplomatik dan militer mereka guna memenangkan dukungan bagi posisi masing-masing.
Amerika mengatakan, keputusan Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag atas kasus ini, yang diajukan Manila sehubungan klaim Beijing yang berlebihan atas Laut China Selatan, adalah “final dan mengikat secara hukum,” serta menyerukan agar semua pihak menghindari pernyataan atau tindakan provokatif.
Direktur untuk urusan Asia dari Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, Daniel Kritenbrink mengatakan Selasa, AS tidak tidak punya kepentingan atau minat untuk memperkeruh suasana di Laut China Selatan.
Tetapi dia juga mengatakan, Washington tidak akan menutup mata terhadap keadaan di perairan itu. Berbicara di sebuah forum di Washington, dia mengatakan, AS memperkuat saluran komunikasi dengan Beijing guna menghindari salah perhitungan dan kecelakaan ketika melakukan patroli di perairan itu.
Juru bicara Departemen Luar Negeri John Kirby hari Selasa mengatakan, “Kami mendesak semua pihak agar menghindari pernyataan atau tindakan yang provokatif. Keputusan ini harus berperan sebagai peluang baru untuk memperbaharui upaya penanggapan pertikaian maritim secara damai.”
Duta Besar China untuk Amerika mengecam keputusan mahkamah arbitrase itu yang menampik klaim teritorial Beijing di Laut China Selatan.
Berbicara di Washington pada Selasa, Cui Tiankai mengatakan, keputusan itu akan “memperlemah motivasi negara-negara untuk terlibat dalam perundingan dan konsultasi guna memecahkan konflik, dan sebaliknya akan mengintensifkan konflik dan bahkan konfrontasi.”
Tetapi dia mengatakan, Beijing berkomitmen untuk tetap berunding dengan pihak-pihak lain seputar isu Laut China Selatan.
Keputusan pengadilan Den Haag menjawab sebuah keluhan yang disampaikan Filipina pada 2013, yang menuduh Beijing melanggar Konvensi Hukum Laut PBB dengan tindakan agresif di Scarborough Shoal, sebuah beting karang sekitar 225 km lepas pantai Filipina.
Di Beijing sebelumnya, Presiden Xi Jinping menampik keputusan itu dan katanya, kedaulatan teritorial dan kepentingan maritim China di Laut China Selatan tidak akan terpengaruh.
Mahkamah itu mengatakan, klaim kedaulatan Beijing atas seluruh Laut Cina Selatan berdasarkan alasan “sembilan garis putus-putus” bertentangan dengan Hukum Laut PBB, yang menetapkan perbatasan maritim sebuah negara adalah 22 kilometer dari pantainya, dan kendali atas kegiatan ekonomi sampai 370 kilometer dari pantainya.
Pengadilan memutuskan bahwa China melanggar hak kedaulatan Manila dengan mengganggu penangkapan ikan dan kegiatan ekplorasi minyak Filipina di kawasan itu.
Di Manila, Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Yasay, dalam sebuah konferensi pers, menyebut ini keputusan bersejarah. Presiden Filipina yang baru Rodrigo Duterte telah menyerukan penyelenggaraan perundingan bilateral guna mengatasi kontroversi ini. [jm]