Sengketa antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) terus berlanjut.
KPK tetap berkukuh tidak mau menyerahkan rekaman pemeriksaan atas Miryam S. Haryani, tersangka pemberi keterangan palsu saat sidang dugaan korupsi dalam proyek e-KTP, atau menghadirkannya dalam rapat Panitia Khusus Hak Angket untuk KPK yang dibentuk DPR. Meski mendapat tekanan dari DPR, termasuk pembekuan anggaran operasionalnya, KPK tak bergeming.
Beragam kelompok masyarakat mendukung langkah KPK itu. Termasuk dari Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Hak Angket KPK, yang menyerahkan petisi dukungan kepada pimpinan KPK di gedung KPK.
Dalam jumpa pers usai bertemu pimpinan KPK, Ray Rangkuti, anggota Koalisi Masyarakat Sipil Anti Hak Angket KPK, mengatakan pihaknya mengumpulkan lebih dari seratus tanda tangan untuk petisi mendukung KPK sejak sepekan sebelum lebaran.
Ray menegaskan Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Hak Angket menilai hak angket terhadap KPK yang diajukan DPR sama sekali tidak memiliki dasar hukum.
"Awalnya mereka (DPR) mengatakan melakukan angket karena KPK enggan mengirimkan rekaman keterangan Miryam S. Haryani yang tentu saja ada dasrnya KPK melakukan itu. Karena DPR tidak mendapatkan argumen hukum dan dasar hukum yang legal mengangket melalui pintu Miryani itu, mereka sekarang memasukkan ke unsur keuangan dan kinerja," kata Ray Rangkuti.
Terkait soal keuangan KPK, Ray menambahkan berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), status KPK adalah wajar tanpa pengecualian. Sementara masalah keuangan KPK yang kini dipersoalkan DPR menurut Ray bukan terjadi pada periode kepemimpinan KPK yang sekarang.
Soal kinerja, Ray memastikan pimpinan KPK yang terpilih pada tahun 2015 ini berhasil meningkatkan kinerja lembaga tersebut. Sejumlah kasus besar berhasil ditindaklanjuti, termasuk perkara dugaan korupsi proyek e-KTP dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Dalam kesempatan itu, Ray juga membacakan sekaligus menyerahkan petisi dukungan kepada Ketua KPK Agus Rahardjo. Dalam petisi itu, Koalisi Masyarakat Sipil Tolah Hak Angket menyatakan hak angket yang diajukan DPR akan memperlemah upaya KPK memberantas korupsi di Indonesia.
Hak angket dinilai sebagai bentuk kesewenangan sekaligus intervensi politik atas penegakan hukum yang dilakukan KPK terhadap pelaku korupsi, cacat hukum dan melanggar etika bernegara, terkesan hanya berupaya mencari-cari kesalahan KPK, diduga memberi preseden buruk terhadap penegakan supremasi hukum di Indonesia dan hak angket juga ditengarai akan menurunkan kewibawaan DPR sendiri.
Karena itulah, lanjut Ray, Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Hak Angket menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk menolak hak angket diajukan DPR atas KPK dan mendukung program KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan yang disampaikan Koalisi masyarakat Sipil Tolak Hak Angket dan menegaskan akan menjaga amanah yang diberikan rakyat kepada lembaganya untuk memerangi korupsi di Indonesia.
"Kita bekerja lebih fokus saja supaya hasilmnya lekas-lekas bisa dilihat oleh rakyat. Jadi kita bekerja saja supaya kita tunjukkan bahwa KPK tidak diam, KPK bekerja untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi yang sekarang sedang kita tangani," kata Agus.
Agus menambahkan KPK tidak akan menggubris segala manuver yang dilakukan DPR terkait hak angket buat KPK.
Ketika rapat paripurna Mei lalu, hanya tiga partai yang menolak hak angket terhadap KPK, yaitu Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Tapi kini pihak penolak bertambah dengan Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan. Sedangkan Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Nasional Demokrat, dan Partai Hanura setuju melanjutkan hak angket.
Materi hak angket yang semula bertujuan memaksa KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam Haryani itu kini melebar ke banyak hal. Hak angket itu juga meminta penyelidikan kelebihan pembayaran gaji pegawai KPK belum diselesaikan atas pelaksanaan tugas belajar, penyelidikan belanja barang di Direktorat Monitor Kedeputian Informasi dan Data, pembayaran belanja perjalanan dinas, belanja sewa, dan belanja jasa profesi pada Biro Hukum, Kegiatan perjalanan dinas pada kedeputian penindakan, standar biaya pembayaran atas honorarium Kedeputian Penindakan, realisasi belanja perjalanan dinas biasa, dan perencanaan gedung KPK yang dinilai tidak cermat. [fw/em]