Polemik rencana penempatan perwira tinggi kepolisian sebagai Pelaksana Tugas (Plt) gubernur di dua provinsi penyelenggara pemilihan kepala daerah 2018 meluas.
Asisten Operasi Kepala Polri Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan dan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Martuani Sormin rencananya akan ditunjuk sebagai pelaksana tugas Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Sumatera Utara oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Keduanya akan menjabat sebagai Plt Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara hingga pilkada 2018 menghasilkan gubernur definitif.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani, Rabu (31/1) menilai penunjukan dua perwira tersebut merupakan langkah yang tidak tepat karena tugas dan fungsi kepolisian adalah untuk penegakan hukum. Selain itu polisi tidak boleh berpolitik praktis.
Polisi, tambahnya, harus netral dalam seluruh momentum politik yang berjalan. Menurut Yati, penunjukan ini akan menyebabkan netralitas Polri akan terganggu dalam pilkada serentak 2018.
Apalagi tambahnya adanya sejumlah perwira tinggi Polri yang ikut serta dalam pilkada 2018, di antaranya Inspektur Jenderal Anton Charliyan yang akan bersaing dalam pilkada Jawa Barat sebagai calon wakil gubernur berpasangan dengan politikus PDIP Tubagus Hasanuddin.
Yati juga mengungkapkan bahwa penunjukan perwira polisi tersebut bertentangan dengan sejumlah peraturan dan perundang-undangan. Pasal 201 ayat 10 Undang-Undang tentang Pilkada, contohnya, jelas menyebutkan bahwa jabatan sementara kepala daerah diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil. Di samping itu, peraturan tentang peralihan status TNI/Polri menjadi PNS juga menyebutkan bahwa mereka harus mengundurkan diri terlebih dahulu sebelum menduduki jabatan sebagai PNS pada institusi tertentu.
"Ini bukan masalah prosedural semata, ini ada soal netralitas, independensi kepolisian, bagaimana bisa dua orang ini dengan latar belakang kepolisian justru ditempatkan di wilayah yang justru di situ terdapat calon pasangan yang berasal dari kepolisian. Harus dilihat payung hukum yang besar bahwa anggota kepolisian tidak boleh berpolitik praktis," kata Yati.
Yati mendesak Presiden Joko Widodo agar menolak usulan tersebut. Pemerintah tidak boleh memberi celah sekecil apapun bagi anggota TNI/Polri berpolitik.
Penolakan atas penunjukan dua perwira polri ini juga diungkapkan Wakil Ketua DPR Fadli Zon.
"Penunjukan jenderal polisi, menurut saya sangat aneh, patut untuk dipertanyakan ya. Dan itu bisa menimbulkan keraguan di masyarakat untuk pilkada yang transparan, bersih, jujur dan demokratis . Menurut saya ini akan menimbulkan kegaduhan baru," kata Fadli Zon.
Kementerian Dalam Negeri menyatakan bahwa pelaksana tugas di kedua daerah tersebut diperlukan karena masa jabatan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan akan berakhir pada Juni mendatang. Adapun Gubernur Sumatera Utara Teuku Erry Nuradi selesai masa tugasnya bulan depan. Kedua daerah ini juga akan memilih gubernur baru pada pilkada serentak pada 27 Juni mendatang.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan penunjukan perwira Polri ini telah sesuai dengan aturan dan bukan hal yang baru. Sebelumnya Inspektur Jenderal Carlo Brix Tewu pernah juga menjadi Plt gubernur Sulawesi Barat dan Mayjen Sudarmo sebagai Plt Gubernur Aceh.
Tjahjo juga mengatakan penunjukan dua perwira tinggi sebagai Plt gubernur ini, salah satunya disebabkan karena jumlah eselon I di Kementerian Dalam Negeri terbatas, sementara pemilihan gubernur akan berlangsung di 17 provinsi.
"Jadi pengertian TNI/Polri aktif, dirjen saya saja ada yang TNI aktif kok masa ga boleh. Di Kemendagri itu polisi aktif ada, Angkatan Udara aktif ada, TNI Angkatan Darat aktif ada, tolong dibedakan. Nanti kami ambil sebagai Plt ya jangan diartikan dia TNI aktif, tidak, dia fungsinya sebagai aparatur pemerintah," jelas Mendagri.
Sementara itu Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengatakan lembaganya sedang ikut mengkaji payung hukum yang membolehkan perwira tinggi Polri menjabat gubernur sementara. Polri, tambahnya, juga telah memanggil ahli hukum untuk memberi masukan.
Sebelumnya Juru Bicara Presiden Johan Budi menyatakan presiden Jokowi akan tetap memperhatikan kritik masyarakat terhadap rencana pengangkatan dua perwira tinggi sebagai gubernur sementara. Hingga saat ini, tambahnya, presiden belum menentukan keputusan apakah menyetujui atau menolak usulan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tersebut. [fw/uh]