Setelah berbulan-bulan bersikeras bahwa Korea Utara benar-benar bebas virus, negara itu minggu ini mengakui dugaan infeksi pertamanya. Pengakuan itu menandakan kemungkinan adanya pendekatan baru terhadap pandemi yang berpotensi menjadi ancaman terbesar Korea Utara dalam beberapa tahun terakhir.
Orang luar telah lama berasumsi bahwa Korea Utara menghadapi wabah virus corona. Minggu ini, Korea Utara akhirnya mengakui hal itu, dengan caranya sendiri.
Media pemerintah mengatakan kemungkinan kasus pertama adalah yang menjangkiti seorang pembelot Korea Utara yang baru-baru ini kembali ke negara itu.
Laki-laki berusia 24 tahun itu, yang bisa dilihat di YouTube bulan lalu, melarikan diri ke Korea Selatan tiga tahun lalu karena kemiskinan.
Korea Selatan mengakui pria itu kemungkinan baru-baru ini berenang kembali ke Korea Utara, tetapi mengatakan dia mungkin tidak mengidap virus corona.
Itu bukan masalah bagi Korea Utara, menurut sebagian analis yang mengatakan pembelot tersebut kemungkinan merupakan alasan bagi Pyongyang untuk akhirnya mengakui adanya wabah di negara itu. Pernyataan demikian disampaikan oleh Duyeon Kim yang bekerja untuk lembaga swadaya internasional, International Crisis Group.
“Korea Utara tidak perlu lagi menyangkal kasus infeksi virus corona, dan negara itu dapat dengan mudah menyalahkan epidemi ini pada pembelot dan merupakan kasus impor dari Korea Selatan,” ujarnya.
Korea Utara menutup perbatasannya pada Januari – jauh sebelum sebagian besar negara lain mengambil tindakan pencegahan serupa untuk membendung virus corona.
Tetapi dengan keterasingan itu telah muncul kesulitan ekonomi – yang bahkan mungkin lebih parah dari sanksi internasional. Itulah sebabnya Korea Utara kini menyalahkan Korea Selatan atas kemungkinan terjadinya pandemi di negara itu.
Duyeon Kim kembali menjelaskan, "Keterkaitan ini juga memberikan kedok politik bagi Kim Jong Un dengan mengalihkan perhatian dari kinerjanya ke upaya menyalahkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kesehatan nasional dan kesulitan ekonomi.”
Munculnya kasus infeksi itu mungkin merupakan ancaman terbesar bagi pemerintahan Kim yang telah berlangsung selama sembilan tahun – terutama jika hal itu berubah menjadi wabah besar.
Para ahli mengatakan Korea Utara mungkin lebih tepat dikatakan mencegah pandemi daripada mengatasi pandemi, seperti disampaikan oleh Kee Park, dosen di Fakultas Kedokteran, Universitas Harvard. “Tidak ada yang benar-benar tahu berapa banyak ventilator yang dimiliki Korea Utara, tetapi tidak lebih dari beberapa ratus adalah tebakan terbaik saya. Jumlah itu tidak cukup untuk mengatasi wabah besar dengan ribuan pasien yang memerlukannya.”
Kee Park sering pergi ke Korea Utara untuk program pertukaran dokter. Dia mengatakan walaupun kelompok-kelompok bantuan internasional telah menyumbangkan peralatan COVID ke Korea Utara, lebih banyak lagi harus dilakukan. “Agak mengkhawatirkan, kan? Kita tahu, bahwa pasien-pasien COVID bisa menjadi sakit parah dengan cepat dan dapat membuat sistem kesehatan terbaik sekalipun kewalahan.”
Media pemerintah terus menggambarkan situasi di Korea Utara terkendali.
Kim, yang tidak seperti biasa absen selama beberapa waktu selama pandemi ini, baru-baru ini lebih sering muncul di depan publik.
Namun, para pejabat Korea Utara juga memperingatkan bahwa diperlukan lebih banyak kewaspadaan, dengan mengatakan situasinya dapat berubah menjadi “bencana yang mematikan dan menghancurkan.” [lt/jm]