Korea Utara meluncurkan rudal balistik antar benua atau Intercontinental Ballistic Missile (ICBM) lagi, hari Jumat, peluncuran kedua hanya dalam beberapa minggu, kata Departemen Pertahanan Amerika Pentagon.
"Kami mendeteksi dan melacak peluncuran satu rudal Korea Utara," kata juru bicara Pentagon Kapten Angkatan Laut Jeff Davis kepada wartawan. "Kami menilai bahwa ini adalah sebuah rudal balistik antar benua; ini peluncuran yang telah diperkirakan."
Davis mengatakan Korea Utara meluncurkan rudal tersebut dari pabrik senjata Mupyong-ni di utara negara tersebut. Dia mengatakan bahwa roket tersebut terbang "lebih dari 40 menit" dan menempuh jarak sekitar 1.000 kilometer sebelum jatuh ke Laut Jepang, sekitar 163 kilometer dari Hokkaido, pulau terbesar kedua di Jepang.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan rudal tersebut mungkin telah jatuh di Zona Ekonomi Eksklusif negara itu, dan dia mengadakan pertemuan darurat dengan para pejabat Jepang untuk menanggapi peluncuran tersebut.
Davis mengatakan Amerika Serikat tetap "berkomitmen untuk membela sekutu kita, terutama Korea Selatan dan Jepang, dalam menghadapi ancaman ini." Dia menambahkan bahwa rudal tersebut tidak menimbulkan ancaman bagi Amerika Utara.
Korea Utara telah melakukan beberapa uji coba rudal balistik selama dua tahun terakhir. Awal bulan ini, negara itu meluncurkan rudal balistik antar benua untuk pertama kalinya. Rudal tersebut terbang selama 39 menit dan mendarat di Laut Jepang. Para ahli mengatakan rudal ICBM itu mungkin mampu mencapai negara bagian Alaska, Amerika Serikat.
"Korea Utara perlahan-lahan berubah menjadi kekuatan nuklir dan rudal," kata Harry Kazianis, direktur studi pertahanan Center for National Interest.
Setelah peluncuran hari Jumat, jenderal tertinggi Amerika, Ketua Gabungan Kepala Staf Jenderal Joseph Dunford, dan kepala Komando Pasifik Amerika . Laksamana Harry Harris, memanggil Kepala Staf Gabungan Kepala Korea Selatan, Jenderal Lee Sun Jin. Para pemimpin militer itu membahas pilihan tanggapan militer dan menegaskan kembali "komitmen kuat" mereka pada aliansi dengan Korea Selatan.
Susan Thornton, pejabat asisten menteri luar negeri Amerika urusan Asia Timur dan Pasifik, memberi kesaksian pada hari Kamis di Kongres Amerika bahwa Korea Utara adalah "ancaman paling mendesak dan berbahaya."
"Kami berusaha untuk mengasingkan dan meningkatkan tekanan pada Korea Utara untuk meyakinkan rezim itu agar kembali ke perundingan serius untuk mencapai denuklirisasi di semenanjung Korea. Ini sudah dan tetap menjadi prioritas diplomasi utama pemerintahan ini," kata Thornton. [sp/ii]